Rabu, 05 Februari 2014

[cerita terjemahan] Tormented (+Ebook)



Tormented
(tersiksa)
Credit to—Neesa Jones
Translated by—RainiLa


Kapan jiwa ini akan diistirahatkan?
Berapa lama lagi aku harus duduk,
Menulis keinginanku menggunakan kata sandi?
Mendorong dinding-dinding itu agar menampakkan kesengsaraanku.

Seorang gadis kecil tengah tidur diatas ranjangnya. Usianya tak lebih dari 7 tahun, ia nampak beristirahat walaupun matahari menyapanya dengan siraman sinar hangat.
“Sayang, bangun.” Ibunya memanggil dari ambang pintu, perlahan mengetuk pintu untuk membangunkan gadis itu.
“Aku sudah bangun.” Katanya dari bawah selimut. Menguap, dia berdiri dan mengucap salam pada pagi.
Tapi malam itu...
Ibunya menciumnya dan menyelimutinya.
“Tidur yang nyenyak, jangan sampai serangga kasur menggigitmu.”
“Malam, mom.” Gadis kecil itu tersenyum, menatap tepat ke mata ibunya. Kedua mata itu menampakkan lebih dari satu lengkung warna, tapi mata itu menjaga seluruh jagat raya untuk gadis kecil itu; mata yang mengerti dan mengasihi. Mata yang tak akan membiarkannya terpuruk.
Lampu padam dan dinding-dinding mulai bergerak.
Mereka kembali. Sekali lagi, seperti yang pernah dia alami sebelumnya, gadis kecil itu mencoba melakukan apa yang ibunya katakan.
“Bersembunyilah dibawah selimutmu, hal itu akan membuat semua monster pergi.”
Dia masukkan kepalanya kedalam selimut, lalu duduk dalam diam. Bermaksud menahan nafas, dia nyaris tercekam dalam ketakutan. Dia bisa mendengarnya, mereka, bergerak mencarinya. Tak berapa lama mungkin mereka akan mengendus keberadaannya, jadi dia melakukan satu hal yang dia tau akan bekerja.
Dia menyusup diatas kasur untuk mengambil sebuah kotak kecil dari bawah meja. walaupun dia tidak begitu yakin kapan ide ini muncul, atau kenapa dia memutuskan untuk mencobanya, tapi cara ini belum tentu gagal. Dia mengambil sebuah crayon merah dari dalam kotak, hasil tulisannya bertekstur tapi konstan. Kuat seperti besi.
Secepat mungkin dia menyelesaikannya, dia menemukan tempat di dindingnya kemudian mulai menulis.
Dibutuhkan rasa gembira sekarang
Selamatkan aku dari himpitan ini
Pelajari tiap gerakanku
Nilai hati tertulusku
Jadikan dia surga atau neraka
Bawa aku pergi dari sini
Dinding-dinding itu diam saat dia menulis, tapi tak bertahan lama. Kata-katanya tak begitu berarti bagi si penguntit. Kembali ke kotak, dia mengganti crayon dengan kuas. Melumurinya dengan cat merah, dia berbisik. “Tulisan ini akan jadi halus tapi tidak rapi. Garis yang tak terduga membuat catnya kemana-mana. Mengalir seperti air.”
Seperti itu, tangannya kembali lagi ke permukaan dinding.
Katakan padaku lagi
Cerita tentang bagaimana aku yang mungkin waras.
Satu-satunya hal yang kau percayai benar
Dan aku harap begitu.
Katakan padaku lagi
Kenapa tak seharusnya aku menangis pada malam hari.
Kenapa penampakan bintang seharusnya membuatku tersenyum,
Dan bulan itu membuatku tenang.
Katakan lagi padaku
Kenapa kau memperhatikan tiap gerakanku
Kenapa rupaku tak membuatmu ngeri,
Kenapa pikiran tentangku tak membuatmu menjerit.
Pada saat-saat terakhir dia kembali menyerbu kotak itu, kali ini dia mengambil pensil berwarna merah. “Tulisanmu akan jadi kecil dan terang. Nyaris tak terlihat, sangat rapuh. Aku tak ingin kau patah dalam genggamanku. Tak dapat diraba seperti awan.” Dengannya dia menulis.
Malam datang lagi
Dan mereka pun datang
Seperti yang selalu mereka lakukan.
Aku tak lagi terkejut
Tak lagi khawatir.
Jika mereka membunuhku sekarang, bunuh sajalah.
Tak lagi aku akan merasa tersiksa.
Sekarang benar-benar terasa sunyi. Dia tak mendengar mereka, dan nampakanya mereka tak lagi mengendus dia lagi. pekerjaannya selesai untuk malam ini. besok pagi, semua ini akan hilang. Dia tak yakin kenapa, tapi tulisannya bersembunyi dari cahaya. Mereka bersembunyi dengan dinding—yang—bergerak.
Pagi berikutnya sama saja. Seperti biasanya.
Malam datang bersama awan hitam yang menggulung-gulung. Gadis kecil itu meringkuk tiap kali kilat menyambar dan listrik kemudian mati.
“Tidak apa-ap—“ Ibunya bermaksud menenangkannya, tapi dengan cepat matanya beralih ke arah dinding yang nyaris tertutup oleh tulisan-tulisan dari gadis kecil itu, ibunya nampak terkejut dan marah. “Bagaimana—apa ini?!” Teriaknya pada gadis kecil itu.
“Mom, itu perbuatan monster.” Gadis kecil itu mencoba menjelaskan. “Mereka datang sekarang.”
“Aku tak ingin mendengarnya. Aku sering mendengar tentang teman khayalan, tapi tidak pernah ku dengar seorang anak kecil menyalahkan monster khayalan. Katakan padaku, dimana kau menyimpan barang-barang yang kau gunakan untuk membuat ini?”
Takut dengan nada tinggi ibunya, gadis kecil itu menunjuk sebuah kotak. “Disana.”
Ibunya kemudian mengambil kotak itu dan berjalan keluar. “Cepat tidur.” Katanya. Tidak ada ciuman, tidak ada menata selimut. Hanya “Cepat tidur.”
Dan kemudian dinding-dinding itu mulai bergerak.
Gadis kecil itu bersembunyi dibawah selimutnya. Tidak ada pilihan lain sekarang. Dia tidak punya besi, air ataupun awan merahnya. Dia tak bisa memikirkan apapun—
Tiba-tiba gadis kecil itu teringat satu hari saat dia sedang bersepedah dan terjatuh. Kulitnya tergores dan benda merah—yang ayahnya sebut dengan darah—mengalir keluar. tidak terlalu sakit, dan hal itu membuatnya sangat penasaran, jadi dia bertanya pada ayahnya apa itu darah. Ayahnya memberitahunya, darah adalah benda yang mengalir melalui sekujur tubuh dan hal itu sangat penting. Ayahnya menunjukkan padanya garis-garis berwarna yang bernama urat darah, jalan untuk aliran darah.
Yang harus dia lakukan hanyalah menyayat kulitnya. Tak masalah, dia tau cara melakukannya. Dia melompat dari ranjang dan menyeruak melalui pintu, turun ke ruang depan dan lalu menuju kamar mandi. Dia melewati kamar orangtuanya, tempat yang sering ia datangi untuk meminta bantuan. Di dalam kamar mandi ia menemukan pisau cukur. Benda yang digunakan ibunya untuk menghaluskan kulit. Dia ingat saat kulit ibunya tak sengaja tersayat benda itu.
Hal ini akan berjalan dengan baik. Gadis kecil itu kembali menuju kamarnya, dinding-dinding itu terus bergerak-gerak di sekitarnya.
Dia duduk di depan dinding yang bisa ia tulisi. Mempelajari kulitnya, dia mencari urat darah untuk di sayat. Tak berapa lama sampai ia menemukan salah satunya di pergelangan tangan.
Lalu dia menyayatnya.
Cairan yang hanya ia lihat beberapa kali dalam hidupnya itu kini mulai menetes di atas lantai. Terasa menyakitkan, lebih dari saat dia terjatuh dari sepedah, tapi dia harus melakukan hal ini. Dia tempelkan jarinya diatas luka tersebut dan membiarkan darah mengaliri jari-jarinya. Lalu, ia tekan jari-jarinya ke dinding, dia mulai menulis.
Tertulis di dinding dalam warna merah
Pikiran dan perasaanku
Rusak oleh kegembiraan
Terampas jauh
Hidupku terasa kering
Biarkanlah memudar
Karena kehidupan ini tak bisa ku tinggali
Jika tak ada apapun
Sebelum ia dapat menyelesaikan tulisannya, dirasanya dunia menjadi bertambah gelap. Kegelapan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, keloopak matanya menjadi berat, lengannya jadi kaku. Dia ambruk diatas lantai.
Pagi berikutnya sebuah jeritan terdengar oleh para tetangga, suara yang berasal dari seorang ibu yang menemukan anaknya terbaring di lantai kamar, digenangi oleh darahnya sendiri. Ibu itu nyaris roboh, coba menahan tubuhnya di bingkai pintu jadi dia bisa memanggil 911, tapi saat itu juga lampu jadi padam.
Gorden belum terbuka, ruangan itu benar-benar gelap. Apa yang dia lihat hanya bisa digambarkan secara fisik, karena hal itu terlalu kuat untuk di tangkap oleh pikirannya. Di permukaan dinding-dinding tertulis banyak sajak, semuanya ditulis dengan warna merah, salah satu yang diatas ditulis menggunakan darah. Tapi suatu hal yang paling menarik perhatian si ibu itu adalah jejak-jejak kaki. Sesuatu telah berjalan di dalam ruangan gadis kecil itu. Diatas lantai, dinding-dinding dan langit-langit. Mereka menginjak darah gadis kecil itu dan meninggalkan jejaknya ke seluruh ruangan.
“Jejak kaki iblis.” Dia akan berkata demikian.

(Gadis kecil itu tersiksa oleh sosok-sosok iblis yang sesungguhnya, tanpa seorangpun untuk berlindung, dia menggunakan mantra pencegahan kuno yang diletakkan pada pengetahuannya oleh kekuatan yang lebih tinggi. Meskipun orangtuanya tidak bisa melihat iblis-iblis itu, di dalam kegelapan, dalam kerajaan iblis, mereka bisa melihat tulisan si gadis—karena mereka ditulis menggunakan peralatan manusia. Akhirnya, tanpa ada tempat untuk berlindung, gadis kecil itu menggunakan darahnya. Membunuh dirinya sendiri, dan tanpa diduga, dia meninggalkan zat abadi bagi iblis itu untuk di injak-injak, yang meninggalkan jejak-jekak kaki saat mereka bergerak.) 

Download Ebook : 4shared / Mediafire

Tidak ada komentar: