Off the Beaten Path [Final]
Written by Michael Whitehouse –
Creepypasta
Originally translated by Rain
Please take out with full credit
Tapi
tak ada apapun yang muncul dari sana.
Ia
sudah sampai di tenda, kehabisan nafas dan ketakutan. Robert mengepak
barang-barangnya secepat mungkin, menuntun sepedahnya ke atas bukit dan kembali
ke jalan setapak. Setelah itu ia mengayuh sepedahnya sekencang mungkin.
Berharap bisa memberi jarak yang cukup jauh antara dirinya dan hutan itu—serta
penghuninya yang aneh—sebelum menemukan tempat yang lebih aman dan lebih cocok
untuk berkemah.
Jalanan
sepenuhnya tertutup oleh lumpur, lumpur-lumpur itu membuat Robert kotor tiap
kali ia mengayuh sepedahnya ke permukaan gembur dan bergelombang. Tak biasanya
cuaca buruk di waktu-waktu seperti ini.
Hujan
di sertai angin ribut menerpa wajah Robert, membuat tiap kayuhan yang ia
lancarkan terasa 100 kali lipat beratnya. Robert mencoba tetap mengayuh selama
yang ia bisa. Mengurungkan niatan untuk berkemah sampai senja tiba, tapi selang
2 jam kemudian, hujan turun sangat deras.
Dia
harus menemukan tempat untuk berteduh, dan segera bergegas.
Robert
menyimpulkan, paling tidak ia harus menempuh jarak 15 mil lebih di jalur
bergelombang yang memisahkan dirinya dan hutan aneh itu. Terlepas dari cukup
atau tidaknya, sangat susah untuk meneruskan perjalanan di situasi seperti ini.
Di
sisi kiri jalan terdapat turunan yang tak terlalu curam, menuntun Robert menuju
tanah perkebunan yang lapang, tapi Robert yakin kalau tempat itu tidak
menyediakan tempat berteduh yang ia butuhkan. Di sisi kanan Robert, terdapat
padang rumput luas yang merambat hingga ke hutan berikutnya. Akibat pengalaman
aneh yang ia alami sebelum ini, dia mungkin ragu. Tapi lagi-lagi ia
menganggapnya sebagai hal yang tak masuk akal, jadi dia menarik sepedahnya ke
padang rumput, lalu menuju ke dalam hutan.
Hujan
deras masuk melalui celah-celah kanopi pepohonan, menghabiskan beberapa saat
sebelum Robert menemukan tempat yang cocok untuk berkemah. Setelah menemukan
semak belukar yang luas di bawah beberapa pohon cemara, Robert mendirikan tenda
disana, tempat itu lumayan melindungi Robert dari cuaca mengerikan di luar.
Dengan
menggunakan akar kayu kering, rumput dan ranting yang patah di atas tanah, dia
bisa membuat api unggun untuk memasak beberapa makanan, sambil menumbuhkan
semangat yang sempat hilang. Malam merambat naik. Ketika angin dan hujan agak
mereda, suara sosis yang di goreng di atas api menimbulkan kenyamanan
tersendiri untuk pertama kalinya sejak pengalaman mengerikan Robert sepagian
tadi.
Memikirkan
pengalamannya di hutan tadi, Robert berusaha rasional. Dia menemukan beberapa
barang disana ; kantung tidur, baju-baju, makanan dan kaleng bir. Jelas sekali
dia telah menganggu areal perkemahan seseorang. Tak di ragukan lagi orang itu
takut melihat orang lain tengah berkeliaran di sekitar tendanya di tengah-tengah
tempat asing.
Pasti
seperti itu. Seorang lelaki, dia yakin jika itu adalah lelaki yang sedikit
anggota badannya pernah ia lihat , mungkin ia bersembunyi di balik pohon karena
takut atau merasa terancam. Robert menarik nafas lega, sembari menyelipkan
tangannya di saku jaket. Tangannya menyentuh permukaan dingin berwarna hitam,
dia sama sekali lupa dengan batu yang ia ambil dari tumpukan bebatuan ganjil
tempo hari.
Robert
makin mendekatkan pandangannya pada batu itu, di bantu sinar merah perapian,
Robert sangat yakin jika batu itu adalah buatan manusia. Batu itu terlihat
sangat tua, bahkan kuno, tapi ia harus menunggu untuk menghubungi teman
arkeologinya sebelum menduga terlalu jauh. Dia harus mengakui bahwa ada sesuatu
di dalam dirinya yang terobsesi untuk menemukan benda peninggalan dari masa
lalu. Sejak kecil dia selalu tertarik dengan sejarah yang tak terungkap atau
tersembunyi—yang mungkin menjelaskan minatnya untuk menjelajahi pedalaman
skotlandia—sebuah daratan dengan cerita dan mitos luhur dari orang-orang tak
biasa dan terlupakan. Diatas itu semua, ia berharap jika bebatuan itu adalah
peninggalan suku Pictish ; penduduk
asli yang misterius, mereka menghilang secara tiba-tiba ribuan tahun yang lalu.
Sesuatu yang masih di teliti dan di perdebatkan oleh para ahli sejarah.
Tentu
bukan tidak mungkin jika benda itu adalah tiruan bentuk modernnya, tapi sisi
romantisme Robert berharap benda itu adalah sesuatu yang lain yang lebih hebat,
dan Robert menikmati harapan-harapan itu.
Ketika
ia mengamati bebatuan itu, sesuatu yang tak biasa membuatnya was-was ; sesuatu
yang berbeda. Bukan suara yang berasal dari keretak api, hembusan angin dan
suara keresak yang diciptakan oleh gerakan-gerakan hewan di hutan. Seuatu itu
terasa jauh, kira-kira berapa jauh Robert tak bisa menduga, suara itu terdengar
menggema melalui pegunungan dan lembah terdekat, menyeruak melalui sela-sela
pepohonan di kegelapan.
Suara
itu terdengar berulang-ulang dengan jeda yang sebentar ; berucap tentang
beberapa penggambaran. Apa mungkin binatang? Robert tak bisa mengenalinya,
meskipun ia punya pengetahuan luar biasa mengenai alam liar. Bagi Robert, suara
itu punya karakteristik aneh dari makhluk asing yang tak di ketahui. Suara itu
mengingatkan Robert akan suara burung pemangsa ; di bagian nada tinggi dan
pekikkannya, tapi di bawah tekanan suara-suara itu, suara tadi lebih mirip
dengan suara tangisan serigala yang mencari anaknya di malam hari.
Pasti,
suara itu nampak sedang mencari sesuatu.
3
jam berikutnya Robert terjaga, mendengar suara itu yang timbul tenggelam ketika
apapun yang membuat suara itu mendekat, lalu menjauh.
Dia
mencoba untuk tidur sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang berbeda ;
dia berpikir jika suara dari gerakan-gerakan itu tak seperti gerakan tim
pencari, pekikan dan jeritan, mencari seseorang yang tersesat di dalam
belantara.
Di
bawah dinginnya sinar siang hari, suara itu menghilang. Sementara ia mulai
menerima alasan bahwa apa yang membuatnya takut hanya pekemah pemalu yang
waspada terharap orang asing di sekitarnya. Dia masih tak bisa mengatasi
ketakutan yang datang dari dalam perutnya.
Siang
berlalu dengan cepat, Robert membuat peningkatan yang bagus. Tapi sebaliknya,
kegembiraannya tak lagi terlihat seperti kemarin. Seeakan racun singgah
di pikiran Robert, di luar kewaspadaannya, sesuatu yang membuat semangatnya
perlahan turun.
Malam
ini ia berkemah di tanah terbuka, dan lagi-lagi pekikan menakutkan itu
menyeruak di seluruh belantara mencari sesuatu yang hilang. Sesuatu yang
berharga. Memekik dengan tingkat suara yang berbeda dari sebelumnya.
Dia
mendekat.
Sekali
lagi Robert tak bisa tidur dengan mudah, ia menduga telah mendengar suara
langkah kak semalaman. Tapi mungkin saja itu hanya binatang malam yang
berkeliaran seperti kijang yang kesepian.
Hari
berikutnya, langit mendung dan berwarna abu-abu, angin dan hujan sudah reda,
ingatan kemarin pun hilang juga, tapi aliran air di jalanan bergelombang masih
menggenang. Robert melanjutkan perjalanan. Memilih percabangan jalan, tak
berapa lama ia sadar telah menyimpang beberapa titik dari rencananya semula.
Dia sangat percaya diri walau tau harus memutar jalan. Dia telah bersepedah sangat
jauh—lebih dari cukup dari yang seharusnya. Bahkan ketika waktunya berhenti, ia
hanya berhenti sekedarnya untuk melihat beberapa lembah yang dalam dan puncak-puncak yang tinggi.
Bagaimanapun, dia harus tetap menjaga jarak dari hutan dan belantara di sisi
kiri-kanan jalan. Ketika menduga bahwa itu hanya khayalannya saja, Robert
merasa ada sesuatu yang tajam melihatnya dari dalam kegelapan—mengintainya.
Hari
nyaris petang, dan Robert mulai merasa lelah. Sebagian besar karena ia tak bisa
beristirahat saat malam dan seharian bersepedah tanpa henti. Di lubuk hatinya,
dia sedang melarikan diri dari sesuatu.
Jalan
setapak yang dua jam terakhir Robert tempuh, sebagian besar rata. Tapi sekarang
jalan itu melandai sangat curam di sekitar perbukitan padang rumput,
menampakkan perubahan landscape yang tadinya tak terlihat. Sebuah jalan setapak
panjang dan bergelombang menembus hutan cemara. Satu hal yang disadari Robert
adalah jalan ini sangat ganjil. Yang lebih aneh lagi, jalan itu sangat sempit,
panjangnya hanya 2. Dengan hanya merentangkan kedua tangan, kau bisa menyentuh
kedua sisi hutan dengan tanganmu. Jarak yang sangat dekat ini menimbulkan
perasaan ngeri dan klaustrofobia. Jika saja ia seorang tentara di medan perang,
Robert akan memakai jalan sempit ini sebagai tempat yang sempurna untuk penyergapan.
Berdiri
dengan sepeda gunung hanya beberapa kaki dari ambang kedua hutan dan jalanan,
Robert merasa gelisah dengan situasinya saat ini. Jelas sekali jalan ini adalah
satu-satunya jalan untuk keluar dari hutan. Ia sangat ragu. Robert tak tau
kenapa, tapi ia benar-benar tak ingin melewati jalan setapak ini.
Bingung,
ia sadar kalau jalan darimana ia datang dan daratan asing di depannya sama-sama
membuat Robert ngeri. Oleh sebab itu ia menganggap ketakutannya hanya efek dari
imajinasinya yang berlebihan. Perlahan tapi pasti Robert mulai menuruni jalan,
berharap bisa masuk dan keluar dengan cepat dari hutan tanpa terjadi insiden
apapun.
Rangkaian
awan hitam menggantung di langit. Ketika Robert berusaha melewati jalan bergelombang
secepat ia bisa, perasaan ngeri mau tak mau mulai bergejolak di dalam perutnya,
merambat ke sekujur tubuh Robert hingga membuat bulu kuduknya meremang.
Sepanjang
jalan, ia lebih banyak menunduk. Kadang-kadang melirik ke depan di mana jalan
keluar dari tempat ini berada. Dia hanya ingin keluar secepat mungkin. Hanya
setengah jalan menusuri setapak yang mengerikan, namun perasaan janggal
menyergapnya. Sebuah sensasi yang ia rasakan beberapa hari ini, sekarang sensasi
itu makin terasa nyata, menguji keberaniannya, memenuhi pikiran Robert ;
perasaan seperti sedang di intai.
Robert
berhenti sebentar untuk mengambil nafas. Berusaha sebisa mungkin untuk membuang
jauh-jauh pikiran tentang kemungkinan ia tak lagi sendiri di tempat itu.
Jalan
setapak masih jauh terentang di depan. Seakan biasa bagi mereka yang berusaha
mencapai tujuan untuk untuk menoleh ke belakang, memastikan sejauh mana ia
telah melangkah. Dia menghitung panjang trek, merasa percaya diri karena
sebentar lagi akan keluar dari jalan setapak ini.
Tapi
ketika ia berpaling ke depan, sesuatu tertangkap oleh mata Robert, jauh di
bawah jalan setapak di depannya. Saat itu ia berharap seandainya tak pernah
memilih jalan setapak yang ia pilih ini, dan langsung pulang kerumah.
“Sesuatu”
itu ada disana. Tak di ragukan lagi. Besar dan mengerikan.
Jauh
di depan Robert tengah berdiri sesosok tubuh. Robert tak bisa menjelaskan
ciri-ciri sosok tersebut karena mereka berdiri di sisi jalan setapak di antara
kerumunan pepohonan, tertutup bayangan pohon, hal ini bukan sekedar khayalan
Robert saja.
Seseorang
tengah berdiri disana, mengawasi, sementara Robert berada jauh di depannya.
Robert merasa jika kehadiran sosok itu hampir berada di atasnya ; pandangannya
sarat dengan rasa.. well... dendam mungkin kata yang tepat jika Robert harus
mendeskripsikannya.
Lalu
sosok itu pergi. Menghilang ke dalam hutan. Tapi perasaan terancam dan
keinginan untuk melarikan diri sama sekali tak hilang atau berkurang, bahkan
makin bertambah kuat di benaknya. Suara dari sesuatu yang sedang bergerak di
antara pepohonan terdengar mengisi keheningan, makin keras saat sosok itu makin
dekat.
Robert
panik, berbalik dan mengayuh sepedah secepat mungkin ke arah ia datang. Dia
benar-benar ingin keluar dari tempat yang seluruhnya di kelilingi oleh hutan
itu, hingga ia tak melihat lubang dalam di atas tanah. Roda depan Robert
terperosok hingga ia terpelanting melewati setirnya, terjerembab di atas tanah.
Mengerjap-ngerjapkan
matanya sejenak, suara acak dari ranting patah dan daun-daun yang berkeresak membuat
pikiran Robert jadi fokus. Darah mengalir dari luka di kakinya, dan tangannya
terluka sangat parah, tapi satu-satunya hal yang ia pedulikan hanyalah keluar
dari jalan setapak mengerika itu, jauh dari siapapun yang sepertinya sedang
bergerak dari dalam hutan.
Tulisan
“ROB” kesayangan Robert tergores, tapi tak jadi soal. Dua jeruji roda depannya
patah. Hal terakhir yang Robert inginkan adalah sampai disana, jadi ia harus
mengayuh dengan hati-hati dan berharap agar rodanya tidak bengkok serta bisa
bertahan cukup lama sampai ia tiba di rumah.
Rumah.
Rumah
adalah tempat yang paling ia inginkan, sejak ia berada di arah yang telah ia
jelajahi selama beberapa hari, tak ada lagi saat-saat seperti sekarang.
Suara-suara
berkeresak dari dalam hutan berlanjut, Robert berhati-hati mengayuh di atas
tanah dengan keadaan seperti itu. Robert berharap sepedah gunung andalannya
bisa membawanya keluar dari sini. Walau ia mengayuh cukup pelan, suara-suara
itu terdengar jauh di belakang. Ketika ia makin dekat dengan ambang hutan dan
sampai di luar, dia mendengar bunyi berisik yang membuatnya ngeri.
Dari
dalam hutan, terdengar suara yang pernah Robert dengar sebelumnya, jeritan dan
tangisan, menggema, menggaung-gaung di
telinga Robert dan menguliti keberaniannya.
Apakah
itu sosok yang berkeliaran di dekat tenda Robert semalam?
Tentu
saja manusia tak bisa menghasilkan suara seperti itu!
Panik,
Robert mengayuh makin cepat sehingga roda depannya bergoyang dan berdecit karena
tekanan yang ditimbulkan Robert. Akhirnya, ia keluar dari tempat itu, tapi
Robert tidak berhenti, tetap mengayuh berjam-jam tanpa sekalipun menoleh ke
belakang. Hanya jika ia yakin tak lagi di ikuti oleh penguntit, ia akan
berhenti untuk istirahat.
Malam
turun lagi, sekarang tiap suara, tiap bebauan, tiap bagian yang terlalu membuat
belantara terasa menarik telah membawa Robert ke dalam bentuk yang sama sekali
baru—bentuk yang tak menyenangkan dan berbahaya. Dia memutuskan kalau malam ini
tak akan berkemah, tak ada api unggun, dan tak ada tenda. Robert yakin jika
penguntitnya bisa menemukan Robert karena suara dan cahaya yang di buatnya dari
malam ke malam.
Tak
akan menyenangkan. Malam in akan sangat dingin, basah, dan tidak nyaman. Tapi
Robert ingin agar jejaknya tak bisa di lacak. Ada beberapa jalan setapak dan
bergelombang di area tersebut yang bisa ia pilih, tapi mudah-mudahan lelaki
yang tengah menguntitnya tak akan bisa menemukannya.
Robert
sadar betul jika jejak roda sepedahnya akan jadi petunjuk jika penguntitnya
cukup cerdas untuk mengikuti Robert. Oleh karena itu ia berjalan mundur
perlahan untuk membingungkan siapapun yang mengikutinya. Hal terburuk yang bisa
ia lakukan adalah tidur di dekat dimana jalurnya berakhir. Mencari semak
belukar rimbun untuk tidur (untung letaknya cukup jauh dari ujung jalur yang ia
buat). Robert menyembunyikan dirinya dan juga sepedahnya malam ini dengan satu
pertanyaan ; jika penguntit itu bisa menyamai langkahnya tiap hari, pasti dia
menggunakan sepedah atau kendaraan lain, tapi dimana jejak rodanya?
Robert
tak terlalu bisa tidur, sekitar jam 3 pagi, suara lengkingan makhluk asing
terdengar lagi. Bergerak di area tersebut, mencari sesuatu.
Mulai
sekarang Robert akan menderita karena kurangnya waktu tidur dan istirahat.
Walau begitu, ketika matahari mulai muncul, ia segera mengambil sepedahnya dari
tempat persembunyian dan mulai melanjutkan perjalanan lagi.
Tak
ada suara apapun yang terdengar hari itu, tak ada juga bukti keberadaan
penguntitnya dimanapun. Saat malam tiba, rasionalitas segera mengambil alih
kengerian yang dirasakan Robert. Dia menghilangkan jejak di atas tanah
sepanjang hari, dia berhati-hati dengan roda depan sepedahnya yang sesekali
berderit keras.
Robert
menyimpulkan jika ia telah membiarkan dirinya sendiri di asingkan oleh sekelilingnya,
dan tentu saja, oleh orang aneh yang ia lihat di hutan tempo hari. Tapi
mungkinkah tak masuk akal untuk meyakini bahwa ia benar-benar telah di ikuti
seseorang? Bisa saja orang yang ia lihat tidaklah sama dengan yang ia temui di
pulau hutan terpencil? Masuk akal jika mereka hanyalah petualang yang berbeda.
Barangkali ada beberapa dari mereka di luar sana dan menjelaskan tentang
suara-suara itu. Sedangkan penjelasan untuk suara-suara keresak binatang pada
malam hari, mungkin itu hanya jenis
burung yang tak pernah ia dengar sebelumnya. Malam itu, Robert akan membuat api
unggun, dia akan memasak makanan, cukup makan, dan menikmati pedalaman
terpencil seperti yang telah ia rencanakan untuk waktu yang lama sejak merencanakan
waktu liburan.
Setelah
menentukan titik yang cocok untuk bermalam di dalam hutan, ia benar-benar
melakukan apa yang ia inginkan. Ia memasak di atas desaran api unggun dan duduk
selama berjam-jam memandang langit malam dari sela-sela ranting pepohonan di
atasnya. Tak ada suara, tak ada pekikkan aneh, tak ada keletukan langkah kaki
di kegelapan, tak ada apapun. Yakin kalau teman yang tak ia harapakan telah
jauh tertinggal di belakang, Robert tidur di dalam tenda, ia sangat butuh
istirahat.
Setelah
tertidur, dua jam kemudian Robert terbangun karena suara berisik sesuatu dari
luar tendanya. Ia meninggalkan api unggun dalam keadaan menyala, karena merasa
tak nyaman melewati malam-malam sebelumnya dalam kegelapan. Kobaran api itu
nampak menari-nari, berubah bentuk di udara malam, membiaskan seluruh bayangan
di kanvas tipis tenda Robert seperti layaknya layar bioskop alam.
Membiaskan
satu bayangan ; bayangan dari seseorang yang duduk di sebelah api unggun.
Robert
bergidik ngeri, mulutnya jadi kering dan nafasnya terengah-engah. Dia tak
percaya kalau dia menjadi begitu bodoh, mempercayai jika tak ada seorangpun
yang mengikutinya. Dari sinar api yang lainnya, dia telah menunjukkan pada
“mereka” tempat diamana ia bermalam dan sekarang “mereka” menemukannya. Tuhan
tau apa yang “mereka” inginkan!
Setelah
beberapa saat berada dalam terror, Robert sadar jika ia harus melindungi diri.
Duduk perlahan, membuka kantung tidur dan lolos tanpa menimbulkan suara
sedikitpun, dia mengamati tenda, mencari sesuatu yang bisa ia jadikan senjata,
sialnya semua benda berat berada di dalam tasnya (senter metal, kayu yang ia
ambil tempo hari, botol kaca, dll). Dengan bodohnya ia meninggalkan tas itu di
luar tenda. Robert mengutuk diri sendiri atas kecerobohan yang ia lakukan,
hampir tak percaya jika ia meninggalkan tasnya di luar padahal ia selalu
membawanya ke dalam, jauh dari hujan dan binatang liar. Pasti karena ia terlalu
lelah, tapi alasan itu tak bisa membantu situasi sekarang ini.
Lalu
ia teringat, kepala kapak kuno, batu hitam yang ia temukan di area camping
asing! Tentu saja, jika ini adalah
bagian kapak seperti yang ia duga, Robert mempertimbangkan jika benda ini masih
berfungsi dengan baik, bahkan mungkin bisa mengakibatkan pukulan yang fatal.
Mengelus
sisi tajam batu tersebut, Robert waspada, tak pernah sekalipun melepaskan
pancangan matanya dari bayangan yang dibiaskan oleh api ke permukaan tenda.
Untunglah pintu tenda tak tertutup. Tapi dua penutup flysheed luarnya menutupi
pintu masuk, menghalangi pandangan Robert.
Dengan
hanya menggunakan satu mata, Robert mengintip dari celah-celah penutup tenda,
perlahan. Dia disana. Seseorang duduk di
api unggun. Dari bentuk badannya, Robert yakin dia adalah laik-laki. Bayangan
dari api unggun membuatnya sulit untuk menguraikan fitur sosok itu. Yang bisa
Robert lihat, bahu orang itu bidang, kuat, dan jelas jika lelaki itu telah
berada di belantara untuk waktu yang lama, seperti yang terlihat dari
penampilannya, ia mengenakan baju compang-camping dan kedodoran. Kepalanya
tertutup uraian hitam rambut basah yang menggumpal, barangkali karena lama tak
pernah di cuci.
Mengamati
bagian belakang kepala lelaki itu, Robert mencoba sebisa mungkin untuk
menakluka rasa takutnya. Dia membatin, dia bisa mengendap-endap ke belakang
lelaki itu lalu memukulnya dengan satu pukulan ke kepala bagian belakangnya
dengan batu hitam tadi. Tapi itu berpotensi jadi pembunuhan! Bahkan Robert tak
tau kemungkinan lelaki itu sangat kasar, mungkin dia orang yang suka hidup
berpindah-pindah, seorang gipsy, seorang penjelajah? Ya! Mungkin lebih baik
menunggu, barangkali ia hanya berkeliaran di hutan, walau kelihatannya tak
seperti itu.
Baru
saja Robert meyakinkan diri sendiri bahwa jika lelaki itu membuat satu gerakan
saja ke arah tenda, dia akan melesat keluar dan melawanya dengan jantan. Tapi
Robert menyadari sesuatu. Sesuatu terasa janggal dari cara orang itu duduk.
Yang pertama, dia masih duduk tenang. Sangat tenang hingga kau bakal
menyangkanya sebagai patung. Tak satupun gerakan kecil yang ia buat, bahkan tak
ada tanda-tanda kehidupan sekalipun. Tak ada gerakan kecil, tak ada tarikan dan
hembusan nafas : tak ada apapun.
Sementara
ketenangan yang di tunjukkan sosok itu sangat janggal. Itu adalah pengamatan
kedua Robert yang membuatnya tak nyaman. Lelaki itu duduk ke arah depan, menghadap
api, tapi bentuk dan posisi tubuh bagian atas dan kepalanya seperti...ada yang
salah. Nampak tidak tersambung dengan baik, sosoknya terlihat di letakkan
dengan tidak alami.
Kobaran
api yang di ikuti oleh biasan cahaya menunjukkan yang sebenarnya. Kobaran api
menerangi area bergantian ; cahayanya melompat-lompat dari pohon ke pohon.
Bahkan ke tenda Robert dan memantulkan cahayanya kembali ke sekelilingnya.
Dua
titik cahaya sekejap bersinar di kegelapan, melewati segumpal rambut basah
berwarna hitam. Ya, kaki lelaki itu memang menghadap api, tapi badan dan
kepalanya terbalik, berputar ke bentuk makhluk-bukan-manusia. Kaki lelaki itu
memang menghadap api, tapi kepala dan badannya menghadap Robert.
Dia
bukan sepenuhnya manusia!!!
Berapa
lama “dia” duduk disana mengamati Robert yang berada di dalam tenda, menunggu,
Robert tak tau, tapi gerakan kecil dari leher makhluk itu sudah lebih dari
cukup untuk membuat Robert keluar dari tenda, ke dalam hutan, di penuhi oleh
terror yang teramat sangat hingga nyaris menyerupai kegilaan.
Dia
tak tau sudah berapa lama berlari, ataupun berapa lama ia berteriak sepanjang
waktu, tapi kakinya beberapa kali tersandung di beberapa tempat dan cahaya
matahari pertama kali mengintip melewati ranting-ranting rimbun di dalam hutan.
Dari
kejauhan Robert bisa melihat nyala api dari api unggunnya masih menyala terang,
walau ngeri karena mengetahui jika ia telah di kuntit oleh sesuatu yang
bukan-manusia, dia harus mengambil sepedahnya untuk melarikan diri. Untuk
sementara ia bersembunyi di balik pepohonan, di bawah semak-semak,
keberaniannya benar-enar hancur, ia enggan berdekatan dengan api unggun.
Persepsinya patah, tapi Robert adalah pribadi yang kuat, setelah mengumpulkan
sedikit ketenangan untuk sejenak.
Langkah
demi langkah waspada, dia mendekati tendanya. Tak ada tanda-tanda keberadaan
apapun yang semalam duduk di dekat api—mengawasinya. Sekarang, matahari
menyinari seluruh area dan setelah berunding dengan dirinya sendiri, Robert
memutuskan untuk mengambil barang-barangnya, mengambil sepedahnya, dan
melanjutkan perjalanan secepat mungkin keluar dari Queen Elizabeth Park.
Semua
masih utuh. Bahkan Robert masih bisa tersenyum, paling tidak makhluk itu “tak
menjadi pencuri”. Senyum itu memudar tatkala ia menemukan sepedahnya, tak rusak,
ya, tapi cairan lengket dan berbau busuk menutupi sedel dan roda depannya.
Bukan
saatnya memikirkan lumpur di sepedahnya. Sepedah ini masih bisa digunakan, itu
yang terpenting. Jika saja sekarang adalah seminggu yang lalu, maka Robert akan
marah melihat goresan di rongga sepedah gunung kesayangannya, tapi sekarang ia
hanya ingin berada di rumah, atau paling tidak kembali ke desa Aberfoyle, ke
kerumunan penduduk. Setelah membersihkan cairan pekat itu dan mengepak tenda,
sekali lagi Robert melanjutkan perjalanan secepat mungkin.
Robert
mengira-ngira, jika dia mengayuh dengan cepat, dia bisa kelar dari tempat
mengerikan ini hanya dalam satu setengah hari, selama ia hanya beristirahat
sebentar dan bersepedah selama masih ada cahaya. Cuaca tidak begitu bagus, tapi
ketika hujan turun, ia akan meninggalakn bekas goresan d sepanjang area.
Ketika
hari berlalu, Robert makin gelisah. Dia merasa di tekan dari segala arah,
seakan-akan dia sedang melarikan diri dari sesuatu yang mengerikan—bahaya yang
tak di ketahui. Pertanyaan menakutkan muncul di benaknya ; bagaiamana jika
makhluk itu mengikutinya sepanjang perjalanan ke rumah? Ketika pikiran itu
berputar-putar di kepalanya, tanpa sadar dia melewati puncak bukit dan terjatuh
lagi, tiba-tiba mengetahui apa yang salah, dan kenapa ia merasa gelisah dari
yang ia lihat sedang berdiam di depan.
Sebuah
sungai membentang di depan Robert, sekumpulan air mengalir di antara rawa-rawa
dan rerumputan tinggi. Di tengah-tengah sungai itu, terdapat pulau mengerikan.
Tu adalah hutan dimana Robert pertama kali melihat penguntitnya, dan semuanya
pun jadi masuk akal sekarang.
Sebut
ini takhayul, sebut ini kebodohan membabi buta, sebut apapun yang kau mau.
Robert pun tahu jika ia sama sekali tak ingin bertemu lelaki dengan tubuh
janggal itu lagi. Saat kecil ia pernah di ceritakan kisah-kisah menyeramkan
mengenai nisan-nisan berhantu, dan hantu dari orang-orang mati yang gentayangan
dan menghantui yang hidup. Tapi ia tak terlalu menggubris cerita itu. Tidak
sebelum hal ini terjadi. Ia tau, ia telah mengundang siksaan mengerikan.
Dia
mengambil sesuatu yang bukan miliknya.
Setelah
menyembunyikan sepedah di rerumputan tinggi, dengan susah payah Robert berjalan
menuju hutan terpencil diaman nisan itu berada—minus satu batu aneh berwarna
hitam. Dia menduga jika makhluk itu mungkin duduk di samping tempat
peristirahatannya. Tapi dari sayup suara-suara dan gerakan diantara pepohonan
yang tak seberapa, ia tahu “dia” tak disana.
Robert
pikir Makhluk itu masih berkeliaran diluar sana—mencarinya.
Akhirnya,
ia menemukan nisan itu—yang tersusun dari beberapa susuan batu dan batu besar.
Setelah menemukan tempat dimana dia telah mengambil batu hitam itu, Robert
memasang dan menekan batu itu sekuat ia bisa ke tempatnya semula.
Sebuah
suara menggema di sisi lain hutan, Robert tak ada minat untuk berkeliaran
mencari tau sumber suara. Berlari secepat mungkin melewati akar-akar pohon,
lumpur, dedaunan, dan patahan ranting, dia melompati tempat gelap itu menuju
tempat terbuka, di penuhi oleh rasa lega luar biasa.
Hal
itu tak lama ia rasakan setelah ia kembali ke jalan setapak, mengayuh sepedahnya
untuk mencari satu lagi tempat bermalam dan menuju rumah setelahnya.
Sebuah
beban terangkat dari pundak Robert. Tanpa sengaja dia telah menganggu sesuatu
yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, sesuatu yang sukar di cerna. Dengan dia mengembalikan apa yang telah ia ambil, dia telah terbebas dari apa yang ia
sebut sebagai takdir yang mengerikan, kematian, atau mungkin lebih buruk dari
itu. Tak ada yang bisa menggambarkan kegembiraan dan kelegaan yang di rasakan
Robert ; dia menyadari kalau iatelah menebus kesalahannya.
Malam
itu Robert terbaring di dalam tenda. Saat itu gelap, dia memutuskan untuk tidak
membuat api unggun—hanya agar merasa aman. Dia yakin dia hanya sendirian,
bagaimanapun juga, senang mengetahui kalau dirinya telah aman ketika
membayangkan tentang hari-hari berikutnya dan kenyamanan rumahnya. Pikiran yang
lucu. Seorang lelaki yang selalu mengagumi pedalaman dan benci dengan kehidupan
bising perkotaan, malah mencari kereta, televisi, bir, dan kasur yang hangat.
Tahun
depan ia akan berlibur di pantai, berjemur di pantai selama dua minggu, dan tak
akan pergi terlalu jauh dari tanah kelahirannya.
Robert
menutup matanya dengan sesungging senyum.
Suara-suara
yang ia dengar dari luar selama beberapa malam tiba-tiba bersuara dengan sangat
mengerikan dan dengan volum yang amat keras. Tanpa membuka mata, Robert sudah
tau. Suara itu tidak datang dari hutan, suara itu datang dari dalam tendanya.
Robert Francis tidak pernah
terlihat ataupun terdengar lagi.
Skotlandia
memang tua. Dia punya sejarah kuno dan tersembunyi tentang penduduk dan
tempat-tempat yang lama terlupakan. Tapi mungkin beberapa sisanya masih eksis,
terisolasi, dan sendirian di dalam buasnya belantara. Jasi, jika kau pernah
berkeinginan untuk menjelajahi perbukiatn, hutan-hutan, atau danau di negara
tua ini camkan hal ini baik-baik : jika kau menemukan tumpukan batu yang nyaris
seperti nisan, dan di kelilingi oleh benda-benda modern—kantung tidur, kaleng
makanan, atau bahkan sepedah tua dengan tulisan “ROB” di rongganya—berjalanlah
terus ke depan, jangan sekali-kali menengok ke belakang. Jangan sentuh apapun
walaupun itu hanyalah batu hitam yang janggal, atau potongan kecil kayu-kayu di
hutan.
Yang
lebih penting lagi, jangan pernah mengambil satu benda pun, sesuatu yang
berdiam di tidurnya mungkin akan mengambil sesuatu darimu
THE END
4 komentar:
Ha-ha-ha... Selesai juga :-) dari tadi baca bolak-balik ke fb, gara2 ngeri. Mantap cu, sensasinya takut tapi penasaran gimana akhirnya._.
Jadi si robertnya mati? Atau sebenernya "dia" yg menguntit adalah hantunya sendiri? Wkwk..
Robert nya wafat kek :D
jangankan kakek, aku yang ngerjain nih aja sampe hampir sakit jantung, deg2an mulu, tangan kiri ngikut nyeri xDDD
aq grab it y. hehe
biar bsa bca smbil off. thanks for translate ny. .fufu
Yosh, makasih juga buat reviewnya :D
Posting Komentar