Jumat, 07 Februari 2014

[cerita terjemahan] The Draft



The Draft
By—Michael J. Tops
Translated By—RainiLa


Sudah lama sejak setelah aku terakhir kali menulis. Aku meminta maaf pada semua fansku karena telah membuat mereka berpikir aku mengalami writer’s block atau semacamnya.
Aku yakinkan bahwa aku sama sekali tak kehilangan “sentuhan”ku, dan aku punya banyak ide. Hanya saja... sesuatu terjadi. Kau lihat, aku telah melakukan penelitian belakangan ini. kau tau, untuk cerita baruku, dan kau tak akan percaya apa yang terjadi saat aku sedang melakukannya...
...
...
Aku berencana membuat cerita horror pendek tentang sebuah kastil berhantu. Aku suka cerita klasik yang gila. Lokasinya tak terlalu sulit, karena aku tinggal di kota tua berusia delapan ribu tahun di Jerman, dan disana terdapat kastil yang letaknya tak jauh dari rumahku. Aku mengamati kastil itu beberapa saat, melihat-lihat beberapa lukisan tua, berjalan-jalan di ruang bawah tanah dan menaiki menara.
Sempurna! Selama berada disana, aku merasakan kegelisahanku memuncak. Kita semua tau rasanya di awasi—perasaan bahwa seseorang tengah mengamati tiap gerakanmu dari kegelapan. Makin lama aku berada disana, makin kuat kegelisahan yang kurasakan. Ya, bangunan tua itu akan jadi latar yang sempurna untuk ceritaku.
Setelah berterimakasih pada pemilik kastil karena telah mengijinkanku melihat-lihat, aku bertolak ke perpustakaan lokal untuk mencari pemilik kastil sebelumnya. Aku tau kalau para walikota terdahulu dan para ksatria pernah tinggal disana. mungkin saja salah satu dari mereka membunuh pelayan wanita atau istrinya selama masa kegelapan. Akan jadi cerita mengesankan seperti kisah “Bloody Mary”. Apa yang aku temukan, entah bagaimana, jauh lebih menarik ketimbang apa yang aku bayangkan.
Disana tertulis bahwa kastil itu pernah menjadi kuil orang Yahudi, sebelum akhirnya Nazi mengusir mereka. Tentu saja, menulis sebuah cerita berdarah pada Perang Dunia ke-II mengenai Nazi yang menyiksa anak-anak Yahudi bukanlah gayaku, tapi kalian semua tau kalau aku senang mengejutkan para pembaca.
Aku merenung kali ini. cerita itu mulai terbentuk di pikiranku, dan makin lama makin terangkai dengan runut. Aku memeriksa beberapa buku mengenai praktek penyiksaan Nazi dan sebuah buku mengenai silsilah lokal untuk membangkitkan ideku. Pustakawan itu melihatku dengan ekspresi konyol, tapi karena dia pernah beberapa kali melihatku membawa pulang buku-buku aneh ke rumah, dia tak berkata sepatah katapun.
Sesampainya di rumah, aku segera menulis. Aku selalu menulis draft pertama secara manual daripada mengetik dengan komputer. Bagiku cara itu terasa lebih menyenangkan. Seakan-akan pena-ku nyaris bergerak dengan sendirinya, dan dia menulis begitu banyak kata untukku.
Sejam atau dua jam kemudian, aku telah menyelesaikan draft dan kemudian memutuskan untuk tidur lebih awal. Malam itu aku tidur layaknya bayi. Seolah-seolah merupakan firasat bahwa malam itu merupakan malam terakhirku bisa tidur nyenyak sebelum minggu-minggu berikutnya tiba.
Setelah bangun pagi berikutnya, aku membuat kopi, seperti biasanya, dan memutuskan untuk membaca ulang hasil kerjaanku semalam sebelum mengetik draft yang lainnya di laptop. Aku berpaling ke arah meja, tapi disana kosong. Aku ingat kalau pembantuku biasanya meletakkan semua yang aku tinggalkan di atas meja ke dalam laci, jadi aku tak terlalu memikirkan hal itu. Aku membuka laci dan menemukan bahwa laci itu kosong. Sekarang aku mulai khawatir.
Aku memeriksa tempat sampah, mencari didalam rumah, tapi tak menemukan apapun. Wajar bila aku marah pada pembantuku karena telah membuang hasil kerjaku itu, tapi bukan berarti aku tak bisa menulis ulang untuk yang kedua kalinya. Aku menulis ulang cerita semalam, meletakkannya di dalam amplop bertuliskan “jangan dibuang” dan lalu jalan-jalan keluar rumah.
Diluar sedang hujan. Aku ingat pemandangan ini, karena  hujan belum juga berhenti dan aku selalu senang berjalan-jalan dibawah guyuran hujan. Begitu menginspirasi saat melihat kesuraman dan jalanan yang kosong sementara air terus-menerus turun tiada henti. Jadi aku berjalan selama tiga puluh menit dengan perasaan senang.
Sesampainya di rumah, aku mengambil segelas anggur putih dan beralih menuju meja. amplop itu masih di tempatnya semula. Ku hidupkan laptop lalu membuka amplop. Draft-ku hilang lagi!
Draft-ku telah digantikan dengan secarik kertas yang kecil dan kusam. Disana hanya tertulis dua kata: “Hӧr auf!” [diterjemahkan dari bahasa Jerman—“Berhenti!”
Aku benar-benar tak mengerti siapa dia yang menyuruhku untuk berhenti melakukan apa yang aku lakukan, tapi aku punya firasat kalau seseorang telah menggodaku. Pesan seperti ini muncul saat ada kejadian misterius, dan itu hanya terdapat didalam bukuku, bukan di kehidupan nyata. Kuputuskan untuk tidak lagi membuat draft dengan tulisan tangan.
Aku mulai mengetik, tapi kata-katanya tidak mau keluar. Sejauh yang aku tau, hanya ibuku yang punya kunci untuk mouse, dan ibuku sama sekali tak berminat dengan lelucon seperti ini. aku tak bisa mengira-ngira siapa yang berani melakukan hal ini padaku dan ideku mampet ditengah-tengah cerita, jadi kuputuskan untuk keluar rumah dan membeli dua minuman.
Paginya aku menyalakan laptop dan membuka file yang aku simpan semalam. Satu halaman yang telah aku tulis telah di hapus dan di ganti dengan dua kata yang sama dengan yang di kertas kemarin, namun kali ini tulisan itu terus berulang ratusan kali:
“Hӧr auf! Hӧr auf! Hӧr auf! Hӧr auf! Hӧr auf! Hӧr auf! Hӧr auf! Hӧr auf!...”
Mendadak bulu kudukku merenggang saat membacanya. Pertanyaan paranoid mendominasi pikiranku: “Apa seseorang telah masuk ke dalam rumahku secara diam-diam? Bagaimana mereka tau password-ku?” dan yang terpenting: “Apa mereka disini saat aku tengah tertidur?” aku hilang kendali saat memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu, jadi kuputuskan untuk membalas lelucon orang itu untuk membuat diriku tenang. Aku menulis tulisan untuk malam keempat secara berturut-turut, tapi kali ini aku menambahkan tulisan ekstra di bagian akhir tulisan. “Jika kau menghapus file ini, akan kuhancurkan kau!”
Kuhabiskan sisa hari itu untuk membeli beberapa kamera dan memasangnya di setiap kamar di dalam rumah, jadi aku bisa menangkap siapapun yang telah mengacau di dalam rumahku. Setelah itu aku mengabiskan berjam-jam untuk mondar-mandir kesana kemari menunggu malam datang. Akhirnya aku tertidur didepan TV. Mimpi-mimpi tentang pencuri yang menyusup ke dalam rumah menghantuiku tiap malam, sampai kilatan cahaya halilintar dan bunyi guntur yang keras membangunkanku.
Ku periksa arlojiku dan menyadari sudah hampir jam delapan pagi. mengantuk karena kurang istirahat semalam, aku membuat kopi dan kembali ke ruang tengah. Segera saat aku duduk, aku langsung melompat dan teringat akan kamera yang kupasang. Aku berlari ke tempat dimana laptopku berada untuk memeriksa kalau-kalau aku menangkap penjahat itu dalam upaya menghapus hasil kerjaku lagi.
Ceritaku lagi-lagi hilang, dan digantikan oleh sebuah pesan yang lain, kali ini berbahasa indonesia (naskah asli dalam bahasa inggris).
“Tidak jika aku yang menangkapmu duluan...”
Aku mengambil kamera yang terpasang di meja dan menekan tombol ‘replay’. Nampak didalam layar gambar mejaku, dengan laptop diatasnya, kursiku, kekacauan acak diatas meja. tak ada yang aneh. Aku menekan tombol ‘fast forward’ untuk mempercepat rekaman. Tiba-tiba, pada jama lima lebih tiga puluh di pagi hari, layar tak menampakkan apapun, hanya tampilan statis selama dua menit. Ku tekan tombol ‘rewind’ dan melihat dua menit itu sekali lagi, mungkin saja aku bisa melihat sesuatu diantara tampilan-tampilan statis itu. Aku tak bisa. kamera tak menangkap apapun selain hanya tampilan statis antara jam lima lebih tiga puluh dan lima lebih tiga puluh dua pagi.
Setelah itu ceritaku tidak dihapus lagi, namun rentetan kecelakaan mulai terjadi. Dimulai dengan hal-hal kecil. Aku terpeleset di kamar mandi, tak sengaja menyayat tanganku saat membuat sandwich, kesalahan kecil seperti itu. Tapi, makin jauh aku mengerjakan ceritaku, makin serius kecelakaan yang aku alami. Minggu lalu aku berkendara dan jatuh di sisi jalan setapak, tepat di depan bis yang sedang berjalan. Aku berencana berguling ke luar bahu jalan, tapi aku bersumpah aku mendengar seseorang tertawa. Tawa dengan nada yang tinggi, tawa gila yang dari hantu dalam film-film horror rendahan.
...
...
Mungkin aku jadi gila. Mungkin menulis semua cerita-cerita mengenai perkosaan dan pembunuhan serta gangguan kejiwaan telah memakan korban.
Kemarin rumahku kebakaran. Aku berencana menyelamatkan laptop dan kameraku. Aku berencana kembali lagi ke kastil dimana semua itu bermula. Mungkin disana aku bisa menemukan petunjuk-petunjuk mengenai apa yang terjadi padaku. Aku sedang berusaha mencari, di sisi yang terang, tentu saja—
Walaupun jika aku mati disalah satu kecelakaan-kecelakaan itu, setidaknya aku mendapatkan satu hal baik, yaitu cerita horror yang sangat menyeramkan.

-MJT.

Tidak ada komentar: