THE
SEER OF POSSIBILITIES
(Berbagai
Kemungkinan The Seer)
Written
by : Thomas O.
Translated
by : RainiLa
Terkadang,
makhluk dari dunia lain menemukan cara yang menarik untuk mencoba berkomunikasi
denganmu. Bisa dengan Papan Ouija, datang ke mimpimu, atau kadang merasuki
tubuh orang lain. Masing-masing dari mereka mempunyai cara dan preferensi yang berbeda
sesuai kemampuannya. Salah satunya yang menghubungi Jack melalui komputer,
atau, sejauh yang bisa kutebak, komunikasi mereka terjadi melalui teks di layar
monitor. Pertama kali hal itu terjadi, Jack sedang duduk di depan komputer—bermain
Solitaire. Lampu merah yang berkedip dari router menandakan koneksi internet melemah
lagi. Sudah seminggu sejak Jack mengalami servis internet semacam ini. Tepat
saat ia memindahkan kartu, layar berubah warna jadi hitam pekat dan teks merah
muncul disana.
“Hi
Jack, aku butuh bantuanmu. Kau orang yang sangat istimewa dan aku tau kau akan
membantuku. Aku tak bisa meminta pada sembarang orang. Aku benar-benar butuh
bantuanmu.”
Jack
diam beberapa saat. Lampu merah di router masih berkedip-kedip. “Apa ini
semacam lelucon?” ia hanya bisa mengira-ngira.
Beberapa
saat kemudian, pesan itu berlanjut, “Ya Jack, aku tau ini aneh untukmu. Tapi
jangan khawatir. Ini cuma hal mudah dan sepele. Kupastikan kau mendapat
imbalan.”
Sekarang
ia panik, Jack meraih kabel internet dan mencabutnya dari dinding.
“Aku
masih disini, Jack. Aku tak ingin buang-buang waktu jadi aku akan langsung saja
ke intinya. Besok saat kau pergi kerja, aku ingin kau memindahkan pot tanaman
besar disamping elevator. Yang harus kau lakukan hanya menariknya 3 inchi dari
dinding. Kalau kau pergi pada jam 8:17 pagi, tak akan ada siapapun disana.”
Jack
duduk disana, menolak merespon, masih mencoba mencerna apa yan sedang terjadi.
Tulisan
itu berlanjut, “Jack, aku memintamu karna AKU TAU kau akan melakukannya. Kau
tak akan membuatku kecewa. Kau istimewa. Kita akan berbincang besok.” Jack
menarik kabel power dari dinding dan layar komputer jadi gelap. “Apa tadi
nyata?” Tanyanya.
Masih
gemetar, ia mandi dengan air hangat dan bersiap tidur, sambil meyakinkan diri
sendiri bahwa itu hanyalah mimpi buruk atau lelucon. Tapi, siapa yang juga mau menggodanya
seperti itu? Ia tak benar-benar mempunyai teman, atau musuh.
Ia
bangun keesokan harinya, merasa segar. Ia mulai kerja jam 8.30 pagi, dan Jack
tak pernah telat. Ia melesat ke parkiran jam 8.10. Biasanya ia akan segera
masuk ke dalam gedung, namun pesan semalam menyuruhnya untuk memindahkan
tanaman pada jam 8.17, apa ia akan benar-benar melakukannya? Semalam, ketakutan
Jack berubah jadi rasa penasaran. Katakanlah, ia memindah tanaman itu, ia tak
melakukan sesuatu yang salah atau ilegal, kan? Dalam pikiran Jack, tindakan
yang paling beralasan hanyalah memindahkan tanaman. Ia akan melakukannya, tak
akan ada yang terjadi, dan ia bisa melupakan hal gila semalam. Satu menit
sebelum 8.17 Jack keluar dari mobil dan berjalan menuju gedung. Ia tiba di lobi
tepat pada waktunya. Pesan itu benar, tak ada seorangpun disana.
“Aneh.”
Pikir Jack. Biasanya gedung itu ramai pagi begini, namun kesunyian ini
benar-benar akurat seperti yang telah di ramalkan.
“Baiklah!
Coba lihat apa yang terjadi,” Gumam Jack.
Ia
berjalan menuju tanaman berpot besar yang ditempatkan diantara dua elevator di
lobi di gedung Ten Stories. Nampak seperti tanaman tiruan—sebuah dekorasi yang
orang-orang lewati tiap hari—tanpa benar-benar melihatnya. Tanaman itu lebih
berat dari yang Jack duga. Sekuat tenaga, ia mencoba menarik tanaman itu 3 inci
dari tempatnya semula. Ia berdiri dan melihat tanaman itu, lalu melihat sekitar
lobi. Orang-orang mulai berdatangan dan lobi mulai terisi kembali. Nampaknya,
tak seorangpun menyadari bahwa tanaman itu telah berpindah tempat, lagipula tak
ada yang benar-benar berubah. Jack sengaja melewatkan elevator selanjutnya dan
menunggu, menungu...sesuatu. Tapi tak ada yang terjadi. Akhirnya Jack memasuki
elevator menuju ruangan di lantai 7, tepat waktu, seperti biasa.
Jika
kau pernah bertanya pada rekan kerja Jack untuk mendeskripsikannya, kau akan
mendengar kata-kata seperti sopan, pendiam, hormat dan kompeten. Dibalik
kata-kata akurat tesebut, mereka memberi satu petunjuk soal kebenaran,
kebenaran mengenai Jack yang tak menyukai sebagian besar orang. Bukan berarti
ia tak suka, hanya saja ia tak begitu tertarik untuk mengenal dan berteman dengan
mereka, kecuali satu orang. Allie, gadis yang duduk dua ruang disampingnya,
satu-satunya orang yang ia ingin kenal lebih jauh. Dengan senyum lebar, rambut pirang,
dan paras cantik, Jack sangat tertarik untuk mengetahui apapun tentang gadis
itu. Meski mengingat kegagalannya dengan perempuan di masa lalu, sejujurnya ia
melakukan yang terbaik untuk mengenal gadis itu. tiap pagi, saat ia melewati
ruang itu, ia akan mampir untuk berbincang. Awalnya cuma satu menit, lalu dua
menit, lalu beberapa menit. Jack terkesan bahwa gadis itu nampak menyukainya
juga.
Seperti
pagi yang biasanya, percakapan mereka hanya bertahan 2 menit. Saat mereka
bertukar sapaan pagi dan bercerita soal malam liar Allie, pintu elevator
terbuka di belakang mereka. Keluar James Bentley yang pincang, bos Jack dan
Allie.
Seketika
James mengadu dan bisa didengar seluruh kantor, “Sial, kakiku!”
“Ada
apa, James?” Tanya beberapa orang penasaran.
“Tanaman
sialan di depan lobi itu, aku lari dan tak sengaja mengenainya, membuat kakiku
keseleo.”
“James,
kau kesulitan berjalan. Harusnya kau periksa ke rumah sakit,” Jawab Allie
prihatin.
“Tidak
bisa. Ada meeting seharian ini. Terlalu penting untuk di cancel. Aku hanya harus
menahannya.”
Jack
bingung, ia meninggalkan ruangan Allie dan duduk di kursinya. Itu salahnya, ia
yakin. Bagaimana bisa ia begitu bodoh dan sembrono? Namun, tak ada gunanya
menyesal. Kaki keseleo akan sembuh, semuanya akan baik-baik saja.
Saat
pulang, Jack segera melesat ke depan komputer dan menyalakannya. Sesaat setelah
komputer menyala, layarnya berubah hitam dan pesan baru muncul.
“Bagaimana
harimu, Jack?”
Ia
duduk disana, mengamati layar, tak tau bagaimana harus menjawab. Pesan di layar
berlanjut, “Sebenarnya, aku tau bagaimana harimu, bukan bermaksud tak sopan.
Kau bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Kau ingin tau bagaimana kaki James
Bentley cedera. Baiklah Jack, kejadian berantai ini belum selesai. Aku tak ingin
memberitau terlalu banyak, masih terlalu dini, tapi aku akan membuatnya sederhana.
Besok pergilah kerja seperti biasa. Jangan khawatir, Jack. Kau akan dapat
imbalan. Kau istimewa. Sampai ketemu besok.”
Jack
duduk kembali ke kursinya. Apa yang terjadi? Siapa yang mengiriminya pesan?
Jack benar-benar penasaran, dan ia agak bersemangat melihat apa yang akan
terjadi besok.
Esoknya,
berjalan seperti biasa. Jack menyadari kalau tanaman itu telah kembali ke
posisinya semula, mungkin dipindah oleh pekerja malam di kantornya. James
Bentley muncul sesaat setelah makan siang, terpincang-pincang menuju kantornya
dengan satu kaki yang sehat.
“Kaki
ini menyebalkan,” Jack bisa mendengar keluhannya, namun James tetap tak mau
melewatkan meeting-nya. Kira-kira jam 3 Jack melihatnya lagi. James—yang selalu
memilih Allie daripada yang lain—berjalan terseok menuju ruangan Allie.
“Allie,
kau tidak sibuk, kan?”
“Um,
tidak. Yang lain bisa menunggu besok, sepertinya.”
“Bagus,
bisakah kau mengantarku ke dokterku? Seharusnya aku menemuinya kemarin, tapi
aku tak sempat. Kakiku sangat sakit dan aku tak bisa menyetir sendiri, aku
kesulitan kesini tadi pagi dan sepertinya, aku tak bisa menginjak pedal gas
sekarang. Kita bisa menggunakan mobilku, jika kau mau.”
“Baiklah,
James, aku bisa mengantarmu.” Beralih ke Jack dan mengucap selamat tinggal.
“Sampai jumpa besok, Jackie.” Ia mengambil jaket dan perlahan mengikuti James
yang terpincang menuju lobi. Ia mengangkat bahu dan tersenyum kecil pada Jack saat
ia mulai berjalan. Jack merasa lebih kesepian saat Allie pergi.
Sekitar
10 menit kemudian, terdengar suara tabrakan, didahului suara klakson keras dari
kendaraan beroda 18 dan decitan rem. Tabrakan itu sendiri menimbulkan suara
yang memuakkan—dari dua obyek metal yang berbenturan. Bahkan suara itu masih
terdengar keras untuk orang-orang di lantai 7. Para pegawai terkejut dan
berlari menuju jendela.
“Apa
itu mobil James?” Tanya salah satu dari mereka.
“Entahlah,
tidak terlalu jelas.” Jawab seseorang, “Parah sekali.”
Kesimpulan
menyeramkan soal apa yang terjadi, terdengar oleh Jack.
“Tidak,
tidak, tidak...” Katanya, “Tidak mungkin.”
Dengan
tubuh gemetar, ia lari menuju elevator dan segera ke lantai dasar bersama
dengan pegawai yang lain. Beberapa dari mereka menangis. Sesaat setelah berbaur dengan keriuhan
di sekitar tempat kejadian, Jack bisa
mendengar suara sirine dari kejauhan. Melewati sekumpulan orang yang terkejut,
Jack bisa melihat kendaraan roda 18 menabrak sisi samping mobil James, si sopir
terlempar keluar ke troroar dimana ia tergeletak tak berdaya. James duduk di
kursi penumpang, kaku tak bergerak namun nampak jelas ekspresi ngeri di
wajahnya yang berdarah. Jack tak tau ia masih hidup atau mati. Di tempat sopir,
dimana Allie duduk, keadaan nampak mengerikan. Ruang yang ia duduki memadat
sepertiga dari ukuran aslinya. Kepala Allie pecah dan tubuhnya patah dan babak
belur. Kerumunan tertegun. Tangisan, teriakan, suara sirine; hanya itu suara
yang bisa Jack dengar. Alih-alih kembali ke gedung, Jack lari ke mobilnya dan
pulang, merasa marah dan sedih.
Sesampai
di rumah, ia melesat ke komputernya. Disana mesin itu berada, ia ingin
menyalakannya, namun terhalang rasa takut akan apa yang mungkin ia temui.
Apakah ia satu-satunya yang bertanggungjawab atas kematian Allie? Semua
kejadian berantai ini berawal darinya. Ia tau ia yang salah. Jack meraih tombol
power, dan lalu menarik tangannya kembali. Akhirnya, setelah beberapa menit, ia
memiliki kekuatan untuk menyalakannya. Layar berkedip-kedip lalu berubah hitam
pekat, lalu teks familiar muncul di layar.
“Tidak,
Jack. Ini bukan salahmu. Aku tau kau menyalahkan dirimu sendiri. Tapi semua
orang akhirnya akan mati, beberapa lebih awal dari yang lain.” Jack mengamati
layar, melawan keinginan untuk melempar monitor ke lantai.
Setelah
beberapa saat, tulisan itu berlanjut, “Jack, aku akan memberitaumu sesuatu, dan
aku benar-benar ingin kau memperhatikan dengan serius apapun yang aku katakan.
Kau pikir kau jatuh cinta pada Allie. Kenyataannya, kau hanya ingin tidur dengannya.
Dan maaf soal bahasaku, namun sekali-kali bagus untuk berterus terang. Jack, ia
bukan satu-satunya untukmu. Ia akan membuat hidupmu sengsara. Ya, kau akan
punya kesempatan untuk mengajaknya kencan. Sebetulnya ia tertarik padamu. Ia
pikir, kau akan membuat “proyek” bagus. Sangat menyedihkan, untuknya, bukan
untukmu. Aku ingin kau berpikir ulang tentang semua yang ia katakan padamu.
Kenapa ia putus dari pacar lamanya?”
“Karena
Allie selingkuh,” Jack bergumam dalam desahan nafasnya.
“Karena
Allie selingkuh, Jack. Hal yang sama yang akan ia lakukan padamu. Mungkin ia
akan membuatmu bahagia selama 2 bulan, dan membuatmu menderita selama 4 tahun.
Menyelinap, tertawa di balik punggungmu, menghabiskan seluruh uangmu. Sekali
kau berhasil lepas darinya, kau merasa sangat menyedihkan hingga kau tak pernah
ingin berkencan lagi. Ini benar, Jack. Aku melihat semua kemungkinan masa
depan, satu yang terjadi dan satu yang tidak. Kau telah melihat bagaimana ia
sebenarnya, Jack. Tapi kau biarkan dirimu buta. Bersama-sama—kau dan aku—memastikan
kau menghindari takdir buruk itu. Satu hal lagi, Jack, permainan ini belum
selesai. Ada lagi yang akan datang.”
“Tidak!
Brengsek kau! Kau membunuhnya!” Jack menjerit dan melempar monitor dari atas
meja, yang kemudian jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping.
Jack
tak bisa tidur malam itu, esoknya ia tak yakin ingin berangkat kerja, namun
kata-kata terakhir yang diberitahukan padanya membuat Jack penasaran, dan entah
bagaimana kemarahannya mereda. Tak ada pekerjaan yang selesai di kantor.
Seluruh pegawai pergi ke penasihat kematian, orang-orang berbagi kesedian,
mereka menangis, dan berpelukan. James berhasil selamat dari kecelakaan
kemarin, namun dalam keadaan koma. Doktor berkata ia bisa sembuh segera, namun
tak seorangpun yang percaya.
Larut
malam, Jack dihampiri Diego Salbara, kepala divisi. Diego berterus terang, ia
menawarkan posisi James pada Jack. Secara teknis, ini akan jadi promosi
sementara, tapi Jack tak akan kembali dalam waktu dekat. Diego berjanji bahwa
promosi ini akan jadi permanen jika waktunya telah mencukupi.
“Oke,
tenang dulu.” Kata Diego. “Aku tau ini terlalu cepat, tapi proyek Lancaster,
yang dikerjakan james, tidak bisa dihentikan. Ini terlalu penting bagi
perusahaan. Aku butuh seseorang untuk bertanggung jawab, proyek ini tak bisa
menunggu.”
Tercengang,
Jack menerima promosi. Ia tinggalkan pekerjaan dengan perasaan campur aduk, tak
terlalu yakin apa yang sedang ia rasakan. Saat perjalanan pulang, ia berhenti
di toko elektronik untuk membeli monitor baru. Sesampainya di rumah. Ia
nyalakan komputer. Sekali lagi, tulisan itu muncul di layar.
“Jack,
aku ingin jadi yang pertama mengucapkan selamat padamu! Aku bangga dengan apa
yang telah kau capai.”
Jack
menatap layar.
“Jack,
aku minta maaf padamu karena belum memperkenalkan diri. Aku dipanggil the Seer.
Seperti yang aku katakan padamu sebelumnya, aku melihat apa yang akan
terjadi, dan melihat apa yang bisa
terjadi. Ini kelebihan luar biasa yang kupunya. Tapi kau tau, Jack? Walau
dengan semua kelebihan itu, aku tetap tak bisa melakukan aktifitas fisik. Aku
bisa meramal, aku bisa menerawang dan dengan usaha yang cukup, aku bahkan bisa
berkomunikasi. Tapi aku tak punya badan—sesuatu yang telah direnggut dariku sejak
bertahun-tahun yang lalu—itu kenapa aku membutuhkanmu Jack. Aku seniman,
seniman manipulasi manusia. Kau yang akan jadi kuas dan kanvasku. Aku ingin kau
bekerja denganku, Jack. Ini sangat sederhana, lakukan pekerjaan sederhana
untukku, dari waktu ke waktu.”
Jack
jadi makin dan makin penasaran.
“Dan
Jack, sebelum kau menjawab, aku ingin kau tau beberapa hal. Pertama, aku tak
akan bohong padamu. Kedua, aku tak akan memintamu melakukan hal yang salah atau
illegal. Ya, hal buruk akan terjadi dan kadang seseorang mati. Tapi toh mereka
juga akan tetap mati, ya kan Jack? Dan hal buruk akan selalu diseimbangkan
dengan hal baik yang akan terjadi padamu.
Jack
mengernyit saat sampai di baris akhir, namun ia melawan kemauan untuk mematikan
komputer. The Seer memang benar, setiap orang pada akhirnya akan mati, tapi kenapa
tak membiarkan hal baik terjadi? Dan bagaimana soal tak pernah bohong padanya?
Jika saat itu ia tau Allie akan mati, ia tak akan melakukan hal itu sejak awal.
Namun, semakin dalam ia berpikir, ia sadar bahwa the Seer tak sepenuhnya
bohong, ia hanya menyembunyikan sedikit informasi. Namun ia masih ragu, apa
Jack bisa mempercayai the Seer.
“Bekerjalah
denganku, Jack, bersama kita buat hal luar biasa terjadi. Aku hanya memintamu melakukan
pekerjaan sederhana dari waktu ke waktu. Oh, tapi hal sederhana itu berdampak
besar. Mereka akan jadi indah, Jack, dan mereka akan berakhir dengan imbalan
untukmu. Itulah keindahan seniku, satu pekerjaan menghasilkan hal baik dan
buruk. Oh, satu hal lagi, Jack, aku bisa melihat kau bingung. Jika aku berhenti
bicara padamu sekarang, ada waktu dua minggu untukmu menentukan untuk bergabung
atau tidak. Tapi apa kau tau Jack, kau AKAN bergabung denganku. Benar, kau akan
berkata YA. Jadi, daripada menunggu,
kenapa kau tidak bilang YA padaku sekarang? Ayo kita mulai Jack. Dan saat semua
selesai, kau akan berterima kasih padaku. Aku jamin itu.”
Jack
mempertimbangkan apa yang the Seer katakan. Jiwa pemberontaknya perlahan
hilang. Ia mematung, dan untuk pertama kalinya, ia letakkan jarinya di keyboard
dan merespon the Seer. “Katakan, apa yang harus aku lakukan lagi?”
---
Tahun
berganti, Jack melakukan tiap perintah the Seer, dan seperti yang the Seer
janjikan, Jack diberi imbalan dari pekerjaan yang ia lakukan. Imbalan seringkali
datang di waktu yang tak terduga dan dengan cara menarik. Salah satu pengalaman
yang paling diingat Jack terjadi dua tahun lalu setelah ia setuju membantu the
Seer.
“Jack,
aku ingi kau pergi ke kota besok.” Pinta the Seer. “Masuklah ke Garmin’s Liquor
tepat jam 12.37 siang. Seorang lelaki akan memberimu pertanyaan. Jawaban yang
harus kau beri adalah ‘27’.” Seperti sebelumnya, perintah the Seer sederhana
dan langsung ke inti, namun misterius. Esoknya, Jack masuk ke toko seperti yang
diperintahkan. Di depannya, pekerja konstruksi berbadan kekar duduk di konter
mengisi slip lotre.
“Coba
kita lihat,” Kata pekerja konstruksi, “Hari ulang tahunku, 15, ulang tahun
istriku, 24, dan usia anak-anak, 2, 10 dan 13.”
Lelaki
itu menggaruk kepalanya, melihat sekitar sampai ia melihat Jack, “Hey, kawan!
Aku butuh nomor lagi. ada ide?”
Jack
tersenyum, “27.”
“Yakin?
Aku memikirkan angka 35. Tapi, aku suka wajahmu, jadi aku ambil 27 saja.”
Dengan
itu, si pekerja konstruksi memasukkan angka dan membayar tike lotre. “Sampai
jumpa!” Katanya girang sambil lalu menepuk pundak Jack saat keluar pintu.
Jack
coba tak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi pada lelaki itu. “Biar saja
permainan berlangsung, Jack. Kau tak akan menduga bagaimana akhirnya, jadi
nikmati saja kejutannya.” Nasehat the Seer. Tetap saja sulit untuk tak
memikirkan hal itu dari waktu ke waktu. Ia tau, mengingat cara kerja the Seer,
jelas yang ia lakukan bukanlah untuk menolong lelaki itu. Tapi memberi angka
yang lotre yang salah? terlalu sederhana bagi the Seer. Dan sebaliknya, ia tak
bisa membayangkan bahwa the Seer memberi angka lotre yang benar. Jadi disitulah
Jack terkejut, saat dua minggu kemudian, ia bertemu si lelaki pekerja
konstruksi lagi, kali ini di toko bahan makanan.
“Hei,
kawan! Kau rupanya! Aku ingat kau! Coba lihat, aku menang!” memang, si lelaki
nampak seperti jutawan. Memakai baju baru, arloji emas baru, dan dengan senyum
mengembang terlampau lebar, lelaki itu menghampiri Jack.
“Tak
kusangka kita bertemu lagi, tapi aku senang bisa melihatmu. Aku tak akan menang
tanpa bantuanmu. Hei, biarkan aku yang membayar belanjaanmu. Tidak, tidak. Itu
tak cukup, kau adalah jimat keberuntunganku. Kata ibuku, aku harus menraktir orang
lain sepantasnya.”
Meraih
kantong, lelaki itu merobek selembar cek lalu menulis nama Jack beserta nominal
10.000 dollar, “Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk jimat
keberuntunganku.”
Setelah
berterimakasih pada lelaki itu, dan merasa agak bingung tentang semuanya, Jack
melesat pulang dan duduk kembali di depan komputer. Setelah menyala, tulisan
the Seer muncul di layar. “Jadi Jack, bagaimana rasanya 10.000 dollar lebih
kaya?”
“Menyenangkan.
Tapi aku terus berpikir soal ini. kita tak pernah membantu orang sebelumnya.
Jadi kenapa sekarang kita melakukannya?” Jack merasa ada yang salah. Ia tak
pernah suka dengan kenyataan bahwa orang-orang seringkali sengsara oleh
aksinya, tapi kali ini, keingintahuan mengalahkan rasa bersalahnya.
“Oh
Jack, kita belum menolong siapapun. Ya, lelaki itu bahagia sekarang, tapi ia
akan kehabisan seluruh uangnya dalam 2 tahun. Kau lihat sendiri, ia
membagi-bagikan uangnya. Teman lama, kenalan yang lama tak bertemu, dan yang
lain akan terus minta uang padanya. Dan juga akan ada investasi yang gagal. Tekanan
karena kehilangan semuanya membuat sang istri meninggalkannya, ia membawa
anaknya juga. Lelaki itu akan jadi kesepian dan patah hati. Ah, lelaki malang
yang akan bernasib lebih baik jika seandainya tak pernah menang lotre. Tak
perlulah kau merasa sedih Jack, semua ini karena kebodohan dan ketamakan lelaki
itu sendiri.”
Jack
agak menyesal, namun logika the Seer dan imbalan yang akan ia terima, membuat
tenang pada akhirnya.
Selama
bertahun-tahun, tak pernah ada perintah yang sama. Kadang dampak dari perbuatan
Jack akan nampak langsung setelahnya dan mudah dilihat, sementara yang lain
nampak rumit seperti reaksi berantai yang tak bisa ia ikuti.
“Pergilah
ke gedung administrasi daerah, parkirlah di ruang nomor 43 jam 4.47 sore.” Jack
melakukan perintah itu, dan dua bulan kemudian ia bertemu Donna, yang ia cintai
dan kemudian ia nikahi. Ia tak akan pernah tau bahwa ada dua kejadian yang saling
berhubungan jika ia tak bertanya pada the Seer.
“Jack,
saat kau parkir di ruang nomor 43, kau membuat seorang wanita yang harusnya
parkir disana, memarkir mobilnya di nomor lain, hingga menyebabkan tabrakan
baginya, ia menabrak mobil disampingnya, menyebabkan goresan, dan ia memanggil
agen asuransi, hingga lelaki dari agen asuransi itu telat pulang. Ia
ketinggalan jadwal kereta, sementara ia menunggu kereta selanjutnya, ia
dirambok dan ditikam. Ia tak pernah sembuh total. Sementara itu, si perampok
mengambil kartu kredit dan menggunakannya...dan Jack, aku bisa saja meneruskan
cerita ini, namun terdapat 23 orang lagi yang terlibat. Kadang perintahku
sangat rumit, jadi untuk gampangnya, katakanlah bahwa pekerjaan yang kau
lakukan membuatmu bisa bertemu Donna.”
Hubungan
Jack dengan the Seer tumbuh. Walau tetap misterius, the Seer memberikan cukup
informasi jadi Jack bisa menyimpulkan sejarah hidup the Seer. Dari referensi
sejarah, Jack tau kalau usia the Seer sudah ribuan tahun. Semasa hidup, the
Seer merupakan peramal hebat dan seniman, yang menunjukkan masa depan melalui
lukisan. Seorang raja sembrono—yang salah mengartikan ramalan the Seer—kalah
dalam pertarungan, menyebabkan the Seer dieksekusi mati. Tanpa terbebani oleh
indra fisik dan hidup dalam kehampaan, kekuatan the Seer meningkat pesat.
Sampai akhirnya ia belajar cara berkomunikasi dengan makhluk hidup, the Seer
mulai berkomunikasi dengan siapapun yang mau merespon, termasuk Jack. Tentu
saja, the Seer tau apapun soal Jack. Singkatnya, ini adalah sebuah persahabatan
dengan makhluk yang sudah meninggal. Jack juga senang bisa bertemu the Seer.
Karenanya, Jack punya pekerjaan bagus, rumah mewah, istri cantik dan
orang-orang menghormatinya. Ia bahagia—perasaan yang tak pernah benar-benar
dirasakan sebelum bertemu the Seer.
12
tahun berlalu, 12 tahun yang indah bagi Jack. Perintah demi perintah telah ia
selesaikan, biasanya sekali dalam sebulan. Jack—duduk di ruang kerja, didalam
rumahnya yang luas di pedesaan—dihubungi the Seer lagi.
“Hai
Jack, aku punya permintaan untukmu. Ini yang termudah, kau bahkan tak perlu
bangun dari kursi. Telpon Riago’s Pizza 2 menit lagi, biarkan telpon berdering
3 kali, lalu kau bisa menutupnya.”
Jack
tersenyum, mudah. Ia tak lagi memikirkan bagaimana permainan ini berjalan, ia
sepenuhnya percaya pada the Seer. Jack menelpon tepat dua menit kemudian.
Bunyi
bel memecah kesunyian 30 menit kemudian. “Aneh.” Pikir Jack. Ia ataupun Donna
tidak sedang menunggu siapapun. Jack mengintip dari lubang dan melihat bocah lelaki
pengantar pizza. Tertulis di topinya logo “Riago’s Pizza”.
Jack
membuka pintu. “Ini pizza-mu,” kata bocah itu sambil menyerahkan ketangan Jack.
“Tapi
aku tak pesan pizza.” Bantah Jack.
“Dengar,
aku tak peduli kau pesan atau tidak. Tuan Riago menyuruhku mengantar kesini.
Jadi aku melakukannya.” Bocah pengantar pizza tak mau kalah, ia nampak gusar
dan meludah ke semak-semak.
Jack
mengamati bocah didepannya. Umurnya kira-kira 17 tahun, yang paling mencolok
adalah tubuhnya yang tinggi besar, kira-kira 6,5 kaki, dan sangar berotot.
“Pizza
ini sudah dibayar dengan kartu kredit, cepat ambil, aku tak akan membawanya
kembali.” Tangan bocah itu menengadah untuk uang tip.
“Aku—aku
tak punya uang tunai.” Jack berterus terang.
“Terserah,”
Jawabnya jijik. Bocah itu melihat ke dalam rumah Jack, lalu berbalik dan
perlahan berjalan menuju mobil, ia sempat melirik Jack.
Jack
menutup pintu dan menaruh pizza di ruang tamu dimana Donna sedang menonton TV.
Setelah menceritakan apa yang telah terjadi, Jack ijin kembali ke ruang kerja,
berjanji akan kembali secepatnya.
Donna
membuka pizza dan mengambil sepotong. “Cepat kembali, sayang. Ini pizza dengan topping
favoritmu.” Donna terkikik geli saat menyantapnya.
Setibanya di depan komputer, kata-kata the
Seer muncul di layar. “Bingung, Jack? Jangan. Tetanggamu memesan pizza. Tuan
Riago mengatakan alamat yang benar pada bocah pizza itu, tapi deringan telpon
dari panggilanmu membuatnya sulit mendengar. Setidaknya nama jalan-nya benar.”
“Jadi
imbalanku pizza?” Balas jack, bingung.
“Ya,
Jack, imbalanmu pizza itu, dan juga kesempatan untuk menghabiskan sedikit waku
dengan istrimu. Pergi ke bawah, makan pizza berdua, nikmatilah. Saat kau
selesai, bercintalah dengan Donna. Itu bukan perintah, hanya saran—yang
kupikir—harus kau lakukan. Oh, ngomong-ngomong, tetanggamu yang memesan pizza
sedang berdebat sekarang, soal pizza yang tak datang-datang. Mengejutkan
orang-orang itu berdebat soal hal-hal kecil. Pertengkaran itu jadi panas, tapi
kau tak perlu khawatir. Pergilah, nikmati malammu.”
Jack
mengikuti saran the Seer, berpelukan dengan Donna saat menikmati makanan, lalu
bercinta di sofa besar—di ruang tamu. Donna tertidur jam 11.00 malam. Jack
terbangun, berpikir kalau perintah terakhir begitu aneh. Perlahan menarik
lengannya dari tindihan Donna, Jack meninggalkan ruang tamu dan melesat ke
lantai atas. Duduk di depan komputer,
Jack menulis, “Kau disana?”
“Ya,
Jack, aku selalu disini. Aku menunggumu. Bocah pizza itu, cukup kekar, kan?”
Ia
melihat layar, bingung.
The
Seer melanjutkan, “Ia karyawan yang mengerikan, baru dipekerjakan 3 hari yang
lalu tapi Tuan Riago sudah ingin memecatnya. Ia kuat, tangkas dan SANGAT
teliti. Contohnya, ia tau kau tak mengucni pintu depan setelah ia mengantar pizza.”
“Apa?”
Teriak Jack, sambil bersiap berdiri.
“Tenang,
Jack. Aku akan memberi tau sesuatu yang penting, dan mengunci pintu itu
sekarang, tak akan mengubah keadaan.”
Perlahan
Jack duduk kembali, melihat sekejap ke arah belakang.
“Jack,
benar jika aku tak pernah bohong padamu. Semua yang aku katakan 100% benar.
Tapi, aku menutupi beberapa fakta. Aku bilang padamu bahwa tiap perintah
menyebabkan hal buruk bagi orang lain dan menyebabkan hal baik untukmu, tapi
ada satu hal lagi. Terdapat satu tujuan utama yang dibalik tiap perintah. Ingat
Allie? Tentu saja kau ingat. Satu hal dari Allie—yang mungkin kau lupa—adalah
ia membantu biaya kuliah adiknya. Saat Allie meninggal, adiknya terpaksa
berhenti kuliah. Harusnya ia jadi psikolog yang hebat, tapi sekarang ia bekerja
di pabrik. Sangat menyedihkan bagi bocah pizza, harusnya ia bisa di terapi oleh
psikolog—adik Allie—tapi psikolog itu tak pernah ada, jadi bocah itu pergi ke
psikolog gadungan. Lalu, kau ingat si lelaki pemenang lotre? Ya. Ia tetangga
bocah pizza, setelah lelaki itu bangkrut tentunya. Ia menghajar bocah pizza
membabi buta, setelah bocah itu melompat tepat di jalan—di depan mobilnya.
Kejadian itu meninggalkan trauma bagi si bocah pizza. Sial, ibu si bocah pizza
tak peduli soal kecelakaan itu, tak menjaga anaknya sama sekali. Ia tak bisa, karena
ia kecanduan obat-obatan telarang yang ia dapat dari kekasihnya. Dan kekasihnya
itu adalah perampok yang menikam dan merampok si agen asuransi. Sekarang,
bisakakah kau lihat jangkauan karya seniku?”
Jack
duduk, memelototi monitor. Ia ingin bangkit, memeriksa keadaan Donna, tapi ia
terlalu takut untuk bergerak.
The
Seer melanjutkan, “Jack, kau telah menyelesaikan ribuan perintahku, dan dari
tiap perintah punya punya satu tujuan utama; untuk merusak psikologi si bocah
pizza, merubahnya jadi monster, dan untuk membawanya kemari malam ini. Kau
mengerti, Jack? Hal ini melibatkan ribuan pihak, dengan jutaan kemungkinan.
Jika kau sekali saja gagal menjalankan tugas, maka rantai ini akan putus.
Kejadian ini disusun olehku, dan digerakkan olehmu. Bersama kita selesaikan hal
yang luar biasa, inilah mahakarya manipulasi manusia. Mahakarya kita. semuanya
berawal darimu, pun juga berakhir di dirimu, dua hal sempurna yang pernah ada.
Malam ini, berawal dari salah alamat, tidak ada uang tip, bocah pizza itu
akhirnya marah. Ia ada di lantai bawah sekarang, sedang menggorok tenggorokan
Donna.”
Jack
bisa mendengar jeritan pendek teredam yang datang dari ruang tamu, diikuti oleh
suara tawa.
“Tidak!”
Jack menjerti dan berdiri, bersiap turun ke lantai bawah.
“Jack,
berhenti!” suara itu mengagetkan Jack. Suara yang datang ke dalam kepalanya.
Setelah sekian lama—untuk pertama kalinya—the Seer berbicara langsung pada
Jack. Suara itu terdengar menenangkan, suara seorang wanita. “Kau tak bisa
melakukan apapun. Ia akan datang padamu segera, dan kau tak bisa
menghentikannya.”
“Kenapa
begini?” Jack menangis, air mata merembes dari matanya.
“Ini
tak akan jadi mahakarya jika tidak dimulai dan berakhir padamu, Jack.” Ucap the
Seer sungguh-sungguh. “Harusnya kau menghargai usahaku untuk berbicara secara
langsung denganmu. Ini membutuhkan banyak energi, jadi aku harus beristirahat
selama beberapa tahun sebelum bisa menghubungi orang lain lagi. Itu karna kau
sangat istimewa bagiku. Tolong jangan sedih, Jack. Aku ingin kau menikmati
pencapaian kita.” Diam sejenak, lalu berlanjut, “Kau tau, Jack? Jika aku tak
pernah menghubungimu, kau akan terperangkap kedalam 85 tahun yang tak berarti,
membosankan dan menyedihkan. Dan saat kau mati, tak akan ada yang datang ke
pemakamanmu. Aku memberimu 12 tahun yang sangat menyenangkan, dan bersama-sama
kita melakukan hal yang hebat, yang unik.”
Jack
diam beberapa saat dan memikirkan 12 tahun terakhir yang penuh kebahagiaan,
lalu ia rasakan air mata sedihnya bercampur dengan air mata bahagia. Ia menoleh
ke arah komputer, sementara di belakang, sebuah sosok gila seorang bocah
pengantar pizza muncul di ambang pintu, sebuah pisau berdarah tergenggang di
tangan kirinya.
Di
layar monitor, kalimat terakhir dari the Seer muncul, “Apa ada sesuatu yang
ingin kau katakan padaku, Jack?”
Jack
mengusap air matanya dan meresapi semua kata-kata yang the Seer ucapkan.
Saat
sosok besar si bocah pizza makin mendekat, Jack mengucapkan kata terakhirnya,
“Terima kasih.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar