Sabtu, 03 Oktober 2015

[cerita terjemahan] The Seer Possibilities



THE SEER OF POSSIBILITIES
(Berbagai Kemungkinan The Seer)
Written by : Thomas O.
Translated by : RainiLa


Terkadang, makhluk dari dunia lain menemukan cara yang menarik untuk mencoba berkomunikasi denganmu. Bisa dengan Papan Ouija, datang ke mimpimu, atau kadang merasuki tubuh orang lain. Masing-masing dari mereka mempunyai cara dan preferensi yang berbeda sesuai kemampuannya. Salah satunya yang menghubungi Jack melalui komputer, atau, sejauh yang bisa kutebak, komunikasi mereka terjadi melalui teks di layar monitor. Pertama kali hal itu terjadi, Jack sedang duduk di depan komputer—bermain Solitaire. Lampu merah yang berkedip dari router menandakan koneksi internet melemah lagi. Sudah seminggu sejak Jack mengalami servis internet semacam ini. Tepat saat ia memindahkan kartu, layar berubah warna jadi hitam pekat dan teks merah muncul disana.
“Hi Jack, aku butuh bantuanmu. Kau orang yang sangat istimewa dan aku tau kau akan membantuku. Aku tak bisa meminta pada sembarang orang. Aku benar-benar butuh bantuanmu.”
Jack diam beberapa saat. Lampu merah di router masih berkedip-kedip. “Apa ini semacam lelucon?” ia hanya bisa mengira-ngira.
Beberapa saat kemudian, pesan itu berlanjut, “Ya Jack, aku tau ini aneh untukmu. Tapi jangan khawatir. Ini cuma hal mudah dan sepele. Kupastikan kau mendapat imbalan.”
Sekarang ia panik, Jack meraih kabel internet dan mencabutnya dari dinding.
“Aku masih disini, Jack. Aku tak ingin buang-buang waktu jadi aku akan langsung saja ke intinya. Besok saat kau pergi kerja, aku ingin kau memindahkan pot tanaman besar disamping elevator. Yang harus kau lakukan hanya menariknya 3 inchi dari dinding. Kalau kau pergi pada jam 8:17 pagi, tak akan ada siapapun disana.”
Jack duduk disana, menolak merespon, masih mencoba mencerna apa yan sedang terjadi.
Tulisan itu berlanjut, “Jack, aku memintamu karna AKU TAU kau akan melakukannya. Kau tak akan membuatku kecewa. Kau istimewa. Kita akan berbincang besok.” Jack menarik kabel power dari dinding dan layar komputer jadi gelap. “Apa tadi nyata?” Tanyanya.
Masih gemetar, ia mandi dengan air hangat dan bersiap tidur, sambil meyakinkan diri sendiri bahwa itu hanyalah mimpi buruk atau lelucon. Tapi, siapa yang juga mau menggodanya seperti itu? Ia tak benar-benar mempunyai teman, atau musuh.
Ia bangun keesokan harinya, merasa segar. Ia mulai kerja jam 8.30 pagi, dan Jack tak pernah telat. Ia melesat ke parkiran jam 8.10. Biasanya ia akan segera masuk ke dalam gedung, namun pesan semalam menyuruhnya untuk memindahkan tanaman pada jam 8.17, apa ia akan benar-benar melakukannya? Semalam, ketakutan Jack berubah jadi rasa penasaran. Katakanlah, ia memindah tanaman itu, ia tak melakukan sesuatu yang salah atau ilegal, kan? Dalam pikiran Jack, tindakan yang paling beralasan hanyalah memindahkan tanaman. Ia akan melakukannya, tak akan ada yang terjadi, dan ia bisa melupakan hal gila semalam. Satu menit sebelum 8.17 Jack keluar dari mobil dan berjalan menuju gedung. Ia tiba di lobi tepat pada waktunya. Pesan itu benar, tak ada seorangpun disana.
“Aneh.” Pikir Jack. Biasanya gedung itu ramai pagi begini, namun kesunyian ini benar-benar akurat seperti yang telah di ramalkan.
“Baiklah! Coba lihat apa yang terjadi,” Gumam Jack.
Ia berjalan menuju tanaman berpot besar yang ditempatkan diantara dua elevator di lobi di gedung Ten Stories. Nampak seperti tanaman tiruan—sebuah dekorasi yang orang-orang lewati tiap hari—tanpa benar-benar melihatnya. Tanaman itu lebih berat dari yang Jack duga. Sekuat tenaga, ia mencoba menarik tanaman itu 3 inci dari tempatnya semula. Ia berdiri dan melihat tanaman itu, lalu melihat sekitar lobi. Orang-orang mulai berdatangan dan lobi mulai terisi kembali. Nampaknya, tak seorangpun menyadari bahwa tanaman itu telah berpindah tempat, lagipula tak ada yang benar-benar berubah. Jack sengaja melewatkan elevator selanjutnya dan menunggu, menungu...sesuatu. Tapi tak ada yang terjadi. Akhirnya Jack memasuki elevator menuju ruangan di lantai 7, tepat waktu, seperti biasa.
Jika kau pernah bertanya pada rekan kerja Jack untuk mendeskripsikannya, kau akan mendengar kata-kata seperti sopan, pendiam, hormat dan kompeten. Dibalik kata-kata akurat tesebut, mereka memberi satu petunjuk soal kebenaran, kebenaran mengenai Jack yang tak menyukai sebagian besar orang. Bukan berarti ia tak suka, hanya saja ia tak begitu tertarik untuk mengenal dan berteman dengan mereka, kecuali satu orang. Allie, gadis yang duduk dua ruang disampingnya, satu-satunya orang yang ia ingin kenal lebih jauh. Dengan senyum lebar, rambut pirang, dan paras cantik, Jack sangat tertarik untuk mengetahui apapun tentang gadis itu. Meski mengingat kegagalannya dengan perempuan di masa lalu, sejujurnya ia melakukan yang terbaik untuk mengenal gadis itu. tiap pagi, saat ia melewati ruang itu, ia akan mampir untuk berbincang. Awalnya cuma satu menit, lalu dua menit, lalu beberapa menit. Jack terkesan bahwa gadis itu nampak menyukainya juga.
Seperti pagi yang biasanya, percakapan mereka hanya bertahan 2 menit. Saat mereka bertukar sapaan pagi dan bercerita soal malam liar Allie, pintu elevator terbuka di belakang mereka. Keluar James Bentley yang pincang, bos Jack dan Allie.
Seketika James mengadu dan bisa didengar seluruh kantor, “Sial, kakiku!”
“Ada apa, James?” Tanya beberapa orang penasaran.
“Tanaman sialan di depan lobi itu, aku lari dan tak sengaja mengenainya, membuat kakiku keseleo.”
“James, kau kesulitan berjalan. Harusnya kau periksa ke rumah sakit,” Jawab Allie prihatin.
“Tidak bisa. Ada meeting seharian ini. Terlalu penting untuk di cancel. Aku hanya harus menahannya.”
Jack bingung, ia meninggalkan ruangan Allie dan duduk di kursinya. Itu salahnya, ia yakin. Bagaimana bisa ia begitu bodoh dan sembrono? Namun, tak ada gunanya menyesal. Kaki keseleo akan sembuh, semuanya akan baik-baik saja.
Saat pulang, Jack segera melesat ke depan komputer dan menyalakannya. Sesaat setelah komputer menyala, layarnya berubah hitam dan pesan baru muncul.
“Bagaimana harimu, Jack?”
Ia duduk disana, mengamati layar, tak tau bagaimana harus menjawab. Pesan di layar berlanjut, “Sebenarnya, aku tau bagaimana harimu, bukan bermaksud tak sopan. Kau bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Kau ingin tau bagaimana kaki James Bentley cedera. Baiklah Jack, kejadian berantai ini belum selesai. Aku tak ingin memberitau terlalu banyak, masih terlalu dini, tapi aku akan membuatnya sederhana. Besok pergilah kerja seperti biasa. Jangan khawatir, Jack. Kau akan dapat imbalan. Kau istimewa. Sampai ketemu besok.”
Jack duduk kembali ke kursinya. Apa yang terjadi? Siapa yang mengiriminya pesan? Jack benar-benar penasaran, dan ia agak bersemangat melihat apa yang akan terjadi besok.
Esoknya, berjalan seperti biasa. Jack menyadari kalau tanaman itu telah kembali ke posisinya semula, mungkin dipindah oleh pekerja malam di kantornya. James Bentley muncul sesaat setelah makan siang, terpincang-pincang menuju kantornya dengan satu kaki yang sehat.
“Kaki ini menyebalkan,” Jack bisa mendengar keluhannya, namun James tetap tak mau melewatkan meeting-nya. Kira-kira jam 3 Jack melihatnya lagi. James—yang selalu memilih Allie daripada yang lain—berjalan terseok menuju ruangan Allie.
“Allie, kau tidak sibuk, kan?”
“Um, tidak. Yang lain bisa menunggu besok, sepertinya.”
“Bagus, bisakah kau mengantarku ke dokterku? Seharusnya aku menemuinya kemarin, tapi aku tak sempat. Kakiku sangat sakit dan aku tak bisa menyetir sendiri, aku kesulitan kesini tadi pagi dan sepertinya, aku tak bisa menginjak pedal gas sekarang. Kita bisa menggunakan mobilku, jika kau mau.”
“Baiklah, James, aku bisa mengantarmu.” Beralih ke Jack dan mengucap selamat tinggal. “Sampai jumpa besok, Jackie.” Ia mengambil jaket dan perlahan mengikuti James yang terpincang menuju lobi. Ia mengangkat bahu dan tersenyum kecil pada Jack saat ia mulai berjalan. Jack merasa lebih kesepian saat Allie pergi.
Sekitar 10 menit kemudian, terdengar suara tabrakan, didahului suara klakson keras dari kendaraan beroda 18 dan decitan rem. Tabrakan itu sendiri menimbulkan suara yang memuakkan—dari dua obyek metal yang berbenturan. Bahkan suara itu masih terdengar keras untuk orang-orang di lantai 7. Para pegawai terkejut dan berlari menuju jendela.
“Apa itu mobil James?” Tanya salah satu dari mereka.
“Entahlah, tidak terlalu jelas.” Jawab seseorang, “Parah sekali.”
Kesimpulan menyeramkan soal apa yang terjadi, terdengar oleh Jack.
“Tidak, tidak, tidak...” Katanya, “Tidak mungkin.”
Dengan tubuh gemetar, ia lari menuju elevator dan segera ke lantai dasar bersama dengan pegawai yang lain. Beberapa dari mereka menangis.  Sesaat setelah berbaur dengan keriuhan di  sekitar tempat kejadian, Jack bisa mendengar suara sirine dari kejauhan. Melewati sekumpulan orang yang terkejut, Jack bisa melihat kendaraan roda 18 menabrak sisi samping mobil James, si sopir terlempar keluar ke troroar dimana ia tergeletak tak berdaya. James duduk di kursi penumpang, kaku tak bergerak namun nampak jelas ekspresi ngeri di wajahnya yang berdarah. Jack tak tau ia masih hidup atau mati. Di tempat sopir, dimana Allie duduk, keadaan nampak mengerikan. Ruang yang ia duduki memadat sepertiga dari ukuran aslinya. Kepala Allie pecah dan tubuhnya patah dan babak belur. Kerumunan tertegun. Tangisan, teriakan, suara sirine; hanya itu suara yang bisa Jack dengar. Alih-alih kembali ke gedung, Jack lari ke mobilnya dan pulang, merasa marah dan sedih.
Sesampai di rumah, ia melesat ke komputernya. Disana mesin itu berada, ia ingin menyalakannya, namun terhalang rasa takut akan apa yang mungkin ia temui. Apakah ia satu-satunya yang bertanggungjawab atas kematian Allie? Semua kejadian berantai ini berawal darinya. Ia tau ia yang salah. Jack meraih tombol power, dan lalu menarik tangannya kembali. Akhirnya, setelah beberapa menit, ia memiliki kekuatan untuk menyalakannya. Layar berkedip-kedip lalu berubah hitam pekat, lalu teks familiar muncul di layar.
“Tidak, Jack. Ini bukan salahmu. Aku tau kau menyalahkan dirimu sendiri. Tapi semua orang akhirnya akan mati, beberapa lebih awal dari yang lain.” Jack mengamati layar, melawan keinginan untuk melempar monitor ke lantai.
Setelah beberapa saat, tulisan itu berlanjut, “Jack, aku akan memberitaumu sesuatu, dan aku benar-benar ingin kau memperhatikan dengan serius apapun yang aku katakan. Kau pikir kau jatuh cinta pada Allie. Kenyataannya, kau hanya ingin tidur dengannya. Dan maaf soal bahasaku, namun sekali-kali bagus untuk berterus terang. Jack, ia bukan satu-satunya untukmu. Ia akan membuat hidupmu sengsara. Ya, kau akan punya kesempatan untuk mengajaknya kencan. Sebetulnya ia tertarik padamu. Ia pikir, kau akan membuat “proyek” bagus. Sangat menyedihkan, untuknya, bukan untukmu. Aku ingin kau berpikir ulang tentang semua yang ia katakan padamu. Kenapa ia putus dari pacar lamanya?”
“Karena Allie selingkuh,” Jack bergumam dalam desahan nafasnya.
“Karena Allie selingkuh, Jack. Hal yang sama yang akan ia lakukan padamu. Mungkin ia akan membuatmu bahagia selama 2 bulan, dan membuatmu menderita selama 4 tahun. Menyelinap, tertawa di balik punggungmu, menghabiskan seluruh uangmu. Sekali kau berhasil lepas darinya, kau merasa sangat menyedihkan hingga kau tak pernah ingin berkencan lagi. Ini benar, Jack. Aku melihat semua kemungkinan masa depan, satu yang terjadi dan satu yang tidak. Kau telah melihat bagaimana ia sebenarnya, Jack. Tapi kau biarkan dirimu buta. Bersama-sama—kau dan aku—memastikan kau menghindari takdir buruk itu. Satu hal lagi, Jack, permainan ini belum selesai. Ada lagi yang akan datang.”
“Tidak! Brengsek kau! Kau membunuhnya!” Jack menjerit dan melempar monitor dari atas meja, yang kemudian jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping.
Jack tak bisa tidur malam itu, esoknya ia tak yakin ingin berangkat kerja, namun kata-kata terakhir yang diberitahukan padanya membuat Jack penasaran, dan entah bagaimana kemarahannya mereda. Tak ada pekerjaan yang selesai di kantor. Seluruh pegawai pergi ke penasihat kematian, orang-orang berbagi kesedian, mereka menangis, dan berpelukan. James berhasil selamat dari kecelakaan kemarin, namun dalam keadaan koma. Doktor berkata ia bisa sembuh segera, namun tak seorangpun yang percaya.
Larut malam, Jack dihampiri Diego Salbara, kepala divisi. Diego berterus terang, ia menawarkan posisi James pada Jack. Secara teknis, ini akan jadi promosi sementara, tapi Jack tak akan kembali dalam waktu dekat. Diego berjanji bahwa promosi ini akan jadi permanen jika waktunya telah mencukupi.
“Oke, tenang dulu.” Kata Diego. “Aku tau ini terlalu cepat, tapi proyek Lancaster, yang dikerjakan james, tidak bisa dihentikan. Ini terlalu penting bagi perusahaan. Aku butuh seseorang untuk bertanggung jawab, proyek ini tak bisa menunggu.”
Tercengang, Jack menerima promosi. Ia tinggalkan pekerjaan dengan perasaan campur aduk, tak terlalu yakin apa yang sedang ia rasakan. Saat perjalanan pulang, ia berhenti di toko elektronik untuk membeli monitor baru. Sesampainya di rumah. Ia nyalakan komputer. Sekali lagi, tulisan itu muncul di layar.
“Jack, aku ingin jadi yang pertama mengucapkan selamat padamu! Aku bangga dengan apa yang telah kau capai.”
Jack menatap layar.
“Jack, aku minta maaf padamu karena belum memperkenalkan diri. Aku dipanggil the Seer. Seperti yang aku katakan padamu sebelumnya, aku melihat apa yang akan terjadi,  dan melihat apa yang bisa terjadi. Ini kelebihan luar biasa yang kupunya. Tapi kau tau, Jack? Walau dengan semua kelebihan itu, aku tetap tak bisa melakukan aktifitas fisik. Aku bisa meramal, aku bisa menerawang dan dengan usaha yang cukup, aku bahkan bisa berkomunikasi. Tapi aku tak punya badan—sesuatu yang telah direnggut dariku sejak bertahun-tahun yang lalu—itu kenapa aku membutuhkanmu Jack. Aku seniman, seniman manipulasi manusia. Kau yang akan jadi kuas dan kanvasku. Aku ingin kau bekerja denganku, Jack. Ini sangat sederhana, lakukan pekerjaan sederhana untukku, dari waktu ke waktu.”
Jack jadi makin dan makin penasaran.
“Dan Jack, sebelum kau menjawab, aku ingin kau tau beberapa hal. Pertama, aku tak akan bohong padamu. Kedua, aku tak akan memintamu melakukan hal yang salah atau illegal. Ya, hal buruk akan terjadi dan kadang seseorang mati. Tapi toh mereka juga akan tetap mati, ya kan Jack? Dan hal buruk akan selalu diseimbangkan dengan hal baik yang akan terjadi padamu.
Jack mengernyit saat sampai di baris akhir, namun ia melawan kemauan untuk mematikan komputer. The Seer memang benar, setiap orang pada akhirnya akan mati, tapi kenapa tak membiarkan hal baik terjadi? Dan bagaimana soal tak pernah bohong padanya? Jika saat itu ia tau Allie akan mati, ia tak akan melakukan hal itu sejak awal. Namun, semakin dalam ia berpikir, ia sadar bahwa the Seer tak sepenuhnya bohong, ia hanya menyembunyikan sedikit informasi. Namun ia masih ragu, apa Jack bisa mempercayai the Seer.
“Bekerjalah denganku, Jack, bersama kita buat hal luar biasa terjadi. Aku hanya memintamu melakukan pekerjaan sederhana dari waktu ke waktu. Oh, tapi hal sederhana itu berdampak besar. Mereka akan jadi indah, Jack, dan mereka akan berakhir dengan imbalan untukmu. Itulah keindahan seniku, satu pekerjaan menghasilkan hal baik dan buruk. Oh, satu hal lagi, Jack, aku bisa melihat kau bingung. Jika aku berhenti bicara padamu sekarang, ada waktu dua minggu untukmu menentukan untuk bergabung atau tidak. Tapi apa kau tau Jack, kau AKAN bergabung denganku. Benar, kau akan berkata YA. Jadi,  daripada menunggu, kenapa kau tidak bilang YA padaku sekarang? Ayo kita mulai Jack. Dan saat semua selesai, kau akan berterima kasih padaku. Aku jamin itu.”
Jack mempertimbangkan apa yang the Seer katakan. Jiwa pemberontaknya perlahan hilang. Ia mematung, dan untuk pertama kalinya, ia letakkan jarinya di keyboard dan merespon the Seer. “Katakan, apa yang harus aku lakukan lagi?”
 ---
Tahun berganti, Jack melakukan tiap perintah the Seer, dan seperti yang the Seer janjikan, Jack diberi imbalan dari pekerjaan yang ia lakukan. Imbalan seringkali datang di waktu yang tak terduga dan dengan cara menarik. Salah satu pengalaman yang paling diingat Jack terjadi dua tahun lalu setelah ia setuju membantu the Seer.
“Jack, aku ingi kau pergi ke kota besok.” Pinta the Seer. “Masuklah ke Garmin’s Liquor tepat jam 12.37 siang. Seorang lelaki akan memberimu pertanyaan. Jawaban yang harus kau beri adalah ‘27’.” Seperti sebelumnya, perintah the Seer sederhana dan langsung ke inti, namun misterius. Esoknya, Jack masuk ke toko seperti yang diperintahkan. Di depannya, pekerja konstruksi berbadan kekar duduk di konter mengisi slip lotre.
“Coba kita lihat,” Kata pekerja konstruksi, “Hari ulang tahunku, 15, ulang tahun istriku, 24, dan usia anak-anak, 2, 10 dan 13.”
Lelaki itu menggaruk kepalanya, melihat sekitar sampai ia melihat Jack, “Hey, kawan! Aku butuh nomor lagi. ada ide?”
Jack tersenyum, “27.”
“Yakin? Aku memikirkan angka 35. Tapi, aku suka wajahmu, jadi aku ambil 27 saja.”
Dengan itu, si pekerja konstruksi memasukkan angka dan membayar tike lotre. “Sampai jumpa!” Katanya girang sambil lalu menepuk pundak Jack saat keluar pintu.
Jack coba tak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi pada lelaki itu. “Biar saja permainan berlangsung, Jack. Kau tak akan menduga bagaimana akhirnya, jadi nikmati saja kejutannya.” Nasehat the Seer. Tetap saja sulit untuk tak memikirkan hal itu dari waktu ke waktu. Ia tau, mengingat cara kerja the Seer, jelas yang ia lakukan bukanlah untuk menolong lelaki itu. Tapi memberi angka yang lotre yang salah? terlalu sederhana bagi the Seer. Dan sebaliknya, ia tak bisa membayangkan bahwa the Seer memberi angka lotre yang benar. Jadi disitulah Jack terkejut, saat dua minggu kemudian, ia bertemu si lelaki pekerja konstruksi lagi, kali ini di toko bahan makanan.
“Hei, kawan! Kau rupanya! Aku ingat kau! Coba lihat, aku menang!” memang, si lelaki nampak seperti jutawan. Memakai baju baru, arloji emas baru, dan dengan senyum mengembang terlampau lebar, lelaki itu menghampiri Jack.
“Tak kusangka kita bertemu lagi, tapi aku senang bisa melihatmu. Aku tak akan menang tanpa bantuanmu. Hei, biarkan aku yang membayar belanjaanmu. Tidak, tidak. Itu tak cukup, kau adalah jimat keberuntunganku. Kata ibuku, aku harus menraktir orang lain sepantasnya.”
Meraih kantong, lelaki itu merobek selembar cek lalu menulis nama Jack beserta nominal 10.000 dollar, “Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk jimat keberuntunganku.”
Setelah berterimakasih pada lelaki itu, dan merasa agak bingung tentang semuanya, Jack melesat pulang dan duduk kembali di depan komputer. Setelah menyala, tulisan the Seer muncul di layar. “Jadi Jack, bagaimana rasanya 10.000 dollar lebih kaya?”
“Menyenangkan. Tapi aku terus berpikir soal ini. kita tak pernah membantu orang sebelumnya. Jadi kenapa sekarang kita melakukannya?” Jack merasa ada yang salah. Ia tak pernah suka dengan kenyataan bahwa orang-orang seringkali sengsara oleh aksinya, tapi kali ini, keingintahuan mengalahkan rasa bersalahnya.
“Oh Jack, kita belum menolong siapapun. Ya, lelaki itu bahagia sekarang, tapi ia akan kehabisan seluruh uangnya dalam 2 tahun. Kau lihat sendiri, ia membagi-bagikan uangnya. Teman lama, kenalan yang lama tak bertemu, dan yang lain akan terus minta uang padanya. Dan juga akan ada investasi yang gagal. Tekanan karena kehilangan semuanya membuat sang istri meninggalkannya, ia membawa anaknya juga. Lelaki itu akan jadi kesepian dan patah hati. Ah, lelaki malang yang akan bernasib lebih baik jika seandainya tak pernah menang lotre. Tak perlulah kau merasa sedih Jack, semua ini karena kebodohan dan ketamakan lelaki itu sendiri.”
Jack agak menyesal, namun logika the Seer dan imbalan yang akan ia terima, membuat tenang pada akhirnya.
Selama bertahun-tahun, tak pernah ada perintah yang sama. Kadang dampak dari perbuatan Jack akan nampak langsung setelahnya dan mudah dilihat, sementara yang lain nampak rumit seperti reaksi berantai yang tak bisa ia ikuti.
“Pergilah ke gedung administrasi daerah, parkirlah di ruang nomor 43 jam 4.47 sore.” Jack melakukan perintah itu, dan dua bulan kemudian ia bertemu Donna, yang ia cintai dan kemudian ia nikahi. Ia tak akan pernah tau bahwa ada dua kejadian yang saling berhubungan jika ia tak bertanya pada the Seer.
“Jack, saat kau parkir di ruang nomor 43, kau membuat seorang wanita yang harusnya parkir disana, memarkir mobilnya di nomor lain, hingga menyebabkan tabrakan baginya, ia menabrak mobil disampingnya, menyebabkan goresan, dan ia memanggil agen asuransi, hingga lelaki dari agen asuransi itu telat pulang. Ia ketinggalan jadwal kereta, sementara ia menunggu kereta selanjutnya, ia dirambok dan ditikam. Ia tak pernah sembuh total. Sementara itu, si perampok mengambil kartu kredit dan menggunakannya...dan Jack, aku bisa saja meneruskan cerita ini, namun terdapat 23 orang lagi yang terlibat. Kadang perintahku sangat rumit, jadi untuk gampangnya, katakanlah bahwa pekerjaan yang kau lakukan membuatmu bisa bertemu Donna.”
Hubungan Jack dengan the Seer tumbuh. Walau tetap misterius, the Seer memberikan cukup informasi jadi Jack bisa menyimpulkan sejarah hidup the Seer. Dari referensi sejarah, Jack tau kalau usia the Seer sudah ribuan tahun. Semasa hidup, the Seer merupakan peramal hebat dan seniman, yang menunjukkan masa depan melalui lukisan. Seorang raja sembrono—yang salah mengartikan ramalan the Seer—kalah dalam pertarungan, menyebabkan the Seer dieksekusi mati. Tanpa terbebani oleh indra fisik dan hidup dalam kehampaan, kekuatan the Seer meningkat pesat. Sampai akhirnya ia belajar cara berkomunikasi dengan makhluk hidup, the Seer mulai berkomunikasi dengan siapapun yang mau merespon, termasuk Jack. Tentu saja, the Seer tau apapun soal Jack. Singkatnya, ini adalah sebuah persahabatan dengan makhluk yang sudah meninggal. Jack juga senang bisa bertemu the Seer. Karenanya, Jack punya pekerjaan bagus, rumah mewah, istri cantik dan orang-orang menghormatinya. Ia bahagia—perasaan yang tak pernah benar-benar dirasakan sebelum bertemu the Seer.
12 tahun berlalu, 12 tahun yang indah bagi Jack. Perintah demi perintah telah ia selesaikan, biasanya sekali dalam sebulan. Jack—duduk di ruang kerja, didalam rumahnya yang luas di pedesaan—dihubungi the Seer lagi.
“Hai Jack, aku punya permintaan untukmu. Ini yang termudah, kau bahkan tak perlu bangun dari kursi. Telpon Riago’s Pizza 2 menit lagi, biarkan telpon berdering 3 kali, lalu kau bisa menutupnya.”
Jack tersenyum, mudah. Ia tak lagi memikirkan bagaimana permainan ini berjalan, ia sepenuhnya percaya pada the Seer. Jack menelpon tepat dua menit kemudian.
Bunyi bel memecah kesunyian 30 menit kemudian. “Aneh.” Pikir Jack. Ia ataupun Donna tidak sedang menunggu siapapun. Jack mengintip dari lubang dan melihat bocah lelaki pengantar pizza. Tertulis di topinya logo “Riago’s Pizza”.
Jack membuka pintu. “Ini pizza-mu,” kata bocah itu sambil menyerahkan ketangan Jack.
“Tapi aku tak pesan pizza.” Bantah Jack.
“Dengar, aku tak peduli kau pesan atau tidak. Tuan Riago menyuruhku mengantar kesini. Jadi aku melakukannya.” Bocah pengantar pizza tak mau kalah, ia nampak gusar dan meludah ke semak-semak.
Jack mengamati bocah didepannya. Umurnya kira-kira 17 tahun, yang paling mencolok adalah tubuhnya yang tinggi besar, kira-kira 6,5 kaki, dan sangar berotot.
“Pizza ini sudah dibayar dengan kartu kredit, cepat ambil, aku tak akan membawanya kembali.” Tangan bocah itu menengadah untuk uang tip.
“Aku—aku tak punya uang tunai.” Jack berterus terang.
“Terserah,” Jawabnya jijik. Bocah itu melihat ke dalam rumah Jack, lalu berbalik dan perlahan berjalan menuju mobil, ia sempat melirik Jack.
Jack menutup pintu dan menaruh pizza di ruang tamu dimana Donna sedang menonton TV. Setelah menceritakan apa yang telah terjadi, Jack ijin kembali ke ruang kerja, berjanji akan kembali secepatnya.
Donna membuka pizza dan mengambil sepotong. “Cepat kembali, sayang. Ini pizza dengan topping favoritmu.” Donna terkikik geli saat menyantapnya.
 Setibanya di depan komputer, kata-kata the Seer muncul di layar. “Bingung, Jack? Jangan. Tetanggamu memesan pizza. Tuan Riago mengatakan alamat yang benar pada bocah pizza itu, tapi deringan telpon dari panggilanmu membuatnya sulit mendengar. Setidaknya nama jalan-nya benar.”
“Jadi imbalanku pizza?” Balas jack, bingung.
“Ya, Jack, imbalanmu pizza itu, dan juga kesempatan untuk menghabiskan sedikit waku dengan istrimu. Pergi ke bawah, makan pizza berdua, nikmatilah. Saat kau selesai, bercintalah dengan Donna. Itu bukan perintah, hanya saran—yang kupikir—harus kau lakukan. Oh, ngomong-ngomong, tetanggamu yang memesan pizza sedang berdebat sekarang, soal pizza yang tak datang-datang. Mengejutkan orang-orang itu berdebat soal hal-hal kecil. Pertengkaran itu jadi panas, tapi kau tak perlu khawatir. Pergilah, nikmati malammu.”
Jack mengikuti saran the Seer, berpelukan dengan Donna saat menikmati makanan, lalu bercinta di sofa besar—di ruang tamu. Donna tertidur jam 11.00 malam. Jack terbangun, berpikir kalau perintah terakhir begitu aneh. Perlahan menarik lengannya dari tindihan Donna, Jack meninggalkan ruang tamu dan melesat ke lantai atas.  Duduk di depan komputer, Jack menulis, “Kau disana?”
“Ya, Jack, aku selalu disini. Aku menunggumu. Bocah pizza itu, cukup kekar, kan?”
Ia melihat layar, bingung.
The Seer melanjutkan, “Ia karyawan yang mengerikan, baru dipekerjakan 3 hari yang lalu tapi Tuan Riago sudah ingin memecatnya. Ia kuat, tangkas dan SANGAT teliti. Contohnya, ia tau kau tak mengucni pintu depan  setelah ia mengantar pizza.”
“Apa?” Teriak Jack, sambil bersiap berdiri.
“Tenang, Jack. Aku akan memberi tau sesuatu yang penting, dan mengunci pintu itu sekarang, tak akan mengubah keadaan.”
Perlahan Jack duduk kembali, melihat sekejap ke arah belakang.
“Jack, benar jika aku tak pernah bohong padamu. Semua yang aku katakan 100% benar. Tapi, aku menutupi beberapa fakta. Aku bilang padamu bahwa tiap perintah menyebabkan hal buruk bagi orang lain dan menyebabkan hal baik untukmu, tapi ada satu hal lagi. Terdapat satu tujuan utama yang dibalik tiap perintah. Ingat Allie? Tentu saja kau ingat. Satu hal dari Allie—yang mungkin kau lupa—adalah ia membantu biaya kuliah adiknya. Saat Allie meninggal, adiknya terpaksa berhenti kuliah. Harusnya ia jadi psikolog yang hebat, tapi sekarang ia bekerja di pabrik. Sangat menyedihkan bagi bocah pizza, harusnya ia bisa di terapi oleh psikolog—adik Allie—tapi psikolog itu tak pernah ada, jadi bocah itu pergi ke psikolog gadungan. Lalu, kau ingat si lelaki pemenang lotre? Ya. Ia tetangga bocah pizza, setelah lelaki itu bangkrut tentunya. Ia menghajar bocah pizza membabi buta, setelah bocah itu melompat tepat di jalan—di depan mobilnya. Kejadian itu meninggalkan trauma bagi si bocah pizza. Sial, ibu si bocah pizza tak peduli soal kecelakaan itu, tak menjaga anaknya sama sekali. Ia tak bisa, karena ia kecanduan obat-obatan telarang yang ia dapat dari kekasihnya. Dan kekasihnya itu adalah perampok yang menikam dan merampok si agen asuransi. Sekarang, bisakakah kau lihat jangkauan karya seniku?”
Jack duduk, memelototi monitor. Ia ingin bangkit, memeriksa keadaan Donna, tapi ia terlalu takut untuk bergerak.
The Seer melanjutkan, “Jack, kau telah menyelesaikan ribuan perintahku, dan dari tiap perintah punya punya satu tujuan utama; untuk merusak psikologi si bocah pizza, merubahnya jadi monster, dan untuk membawanya kemari malam ini. Kau mengerti, Jack? Hal ini melibatkan ribuan pihak, dengan jutaan kemungkinan. Jika kau sekali saja gagal menjalankan tugas, maka rantai ini akan putus. Kejadian ini disusun olehku, dan digerakkan olehmu. Bersama kita selesaikan hal yang luar biasa, inilah mahakarya manipulasi manusia. Mahakarya kita. semuanya berawal darimu, pun juga berakhir di dirimu, dua hal sempurna yang pernah ada. Malam ini, berawal dari salah alamat, tidak ada uang tip, bocah pizza itu akhirnya marah. Ia ada di lantai bawah sekarang, sedang menggorok tenggorokan Donna.”
Jack bisa mendengar jeritan pendek teredam yang datang dari ruang tamu, diikuti oleh suara tawa.
“Tidak!” Jack menjerti dan berdiri, bersiap turun ke lantai bawah.
“Jack, berhenti!” suara itu mengagetkan Jack. Suara yang datang ke dalam kepalanya. Setelah sekian lama—untuk pertama kalinya—the Seer berbicara langsung pada Jack. Suara itu terdengar menenangkan, suara seorang wanita. “Kau tak bisa melakukan apapun. Ia akan datang padamu segera, dan kau tak bisa menghentikannya.”
“Kenapa begini?” Jack menangis, air mata merembes dari matanya.
“Ini tak akan jadi mahakarya jika tidak dimulai dan berakhir padamu, Jack.” Ucap the Seer sungguh-sungguh. “Harusnya kau menghargai usahaku untuk berbicara secara langsung denganmu. Ini membutuhkan banyak energi, jadi aku harus beristirahat selama beberapa tahun sebelum bisa menghubungi orang lain lagi. Itu karna kau sangat istimewa bagiku. Tolong jangan sedih, Jack. Aku ingin kau menikmati pencapaian kita.” Diam sejenak, lalu berlanjut, “Kau tau, Jack? Jika aku tak pernah menghubungimu, kau akan terperangkap kedalam 85 tahun yang tak berarti, membosankan dan menyedihkan. Dan saat kau mati, tak akan ada yang datang ke pemakamanmu. Aku memberimu 12 tahun yang sangat menyenangkan, dan bersama-sama kita melakukan hal yang hebat, yang unik.”
Jack diam beberapa saat dan memikirkan 12 tahun terakhir yang penuh kebahagiaan, lalu ia rasakan air mata sedihnya bercampur dengan air mata bahagia. Ia menoleh ke arah komputer, sementara di belakang, sebuah sosok gila seorang bocah pengantar pizza muncul di ambang pintu, sebuah pisau berdarah tergenggang di tangan kirinya.
Di layar monitor, kalimat terakhir dari the Seer muncul, “Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku, Jack?”
Jack mengusap air matanya dan meresapi semua kata-kata yang the Seer ucapkan.
Saat sosok besar si bocah pizza makin mendekat, Jack mengucapkan kata terakhirnya, “Terima kasih.”


Fin.

Tidak ada komentar: